Sabtu, 01 November 2014

Aspek Hukum Internasional Dirrect Broadcasting Sattelite

Oleh: Liberta Bintoro Ranggi Wirasakti


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berjalan secara cepat dan dinamis  termasuk dalam bidang telekomunikasi dan pertelevisian. Salah satu temuan paling penting adalah mengenai satelit siaran langsung yang didasari oleh pemikiran untuk mendapatkan suatu bentuk siaran televisi melalui satelit secara langsung tanpa melalui sistem pemancar ulang atau yang sering disebut sebagai Direct Broadcasting by Satellite[1]
Terkait dengan Siaran Langsung Melalui Satelit (Direct Broadcasting By Satellit ), menurut International Telecomunication Union (ITU) yang dimaksud dengan siaran melalui satelit adalah suatu siaran radio komunikasi yang dipancarkan kembali (retransmitted) melalui stasiun radio angkasa luar yang dimaksudkan untuk penerimaan langsung oleh umum baik perseorangan maupun masyarakat (group). Sistem siaran tersebut dapat langsung ke rumah penduduk tanpa melalui stasiun bumi perantara.[2]
Direct broadcasting by Satellite dapat disebut juga Direct Television Broadcasting(DTB). Sistem Direct Broadcasting by Satellite pada prinsipnya dapat dibedakan menajdi dua bagian jika dilihat dari sudut ruang lingkup penyiarannya, yaitu:
a.       Domestic Direact Broadcasting Satellite (DDBS)
DDBS adalah suatu sisitem penyiaran langsung yang ditujukan hanya di wilayah negara pemilik satelit, serta dioperasikan menurut kehendak negara pemilik  dalam rangka memenuhi kebutuhannya, di mana program penyiaran sepenuhnya dirancang serta diawasi oleh pemilik negara satgelit tersebut.[3]
b.      International Direct Broadcasting Satellite (IBS)
IDBS adalah suatu  sistem penyiaran langsung yang terselenggara atas persetujuan dari beberapa negara yang menikmati IDBS tersebut.[4]
Direct broadcasting by Satellite bahkan dapat lebih menyebarkan informasi dan menciptakan jaringan kerja global yang serba cepat.  Orang-orang di seluruh dunia, sekalipun yang berdiam di daerah terpencil tidak dapat  terjangkau oleh sarana perhubungan dan media komunikasi lain, akan memperoleh informasi dari tempat lain pada saat yang sama melalui DBS.[5]

Kemunculan satelit siaran langsung selain memberikan manfaat yang luas bagi masyarakat juga memunculkan beberapa permasalahan hukum.  Permasalahan yang timbul antara lain mengenai peluberan (spillover) siaran, karena arah pancaran dari satelit tidak dapat secara tepat mengikuti garis batas negara. Pengiriman sinyal DBS biasanya meliputi lebih dari satu negara, maka peluberan baik yang disengaja maupun tidak sengaja mungkin terjadi.
Dengan adanya spill over pada DBS maka akan menimbulkan permasalahan dan dampak negatif seperti propaganda, hasutan, tindakan mencampuri urusan dalam negeri suatu negara dimungkinkan terjadi.
Untuk menangani masalah siaran langsung melalui satelit secara internasional, PBB telah menyerahkan penangannya kepada Sub-Komite Hukum dari UNCOPUOS, dimana sub-komite hukum ini ditugaskan untuk merumuskan prinsip prinsip pengaturan siaran langsung melalui satelit.
Pada tahun 1976 telah dirumuskan suatu prinsip yang dikenal dengan sembilan prinsip komite PBB, dimana kesembilan prinsip tersebut masih bersifat umum dan hampir merupakan petikan dari prinsip yang sebelumnya dicantumkan dalam Space Treaty 1967. Kesembilan prinsip tersebut merupakan suatu upaya dalam mencari jalan tengah dari perbedaan pendapat antara negara maju dan negara berkembang.
Pada tahun 1978, Komite hukum UNCOPUOS tersebut berhasil menginventarisasi kesembilan prinsip yang telah disepakati, yaitu sebagai berikut:
a.      Maksud dan Tujuan.
Aktivititas Negara di bidang DBS harus tunduk pada syarat-syarat tertentu, seperti peningkatan pemahaman bersama, dan mempererat hubungan persahabatan dan kerjasama antarnegara dan masyarakat demi kepentingan pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional.
b.      Penerapan Hukum Internasional.
Aktivitas DBS harus sesuai dengan  hukum internasional, termasuk Piagam PBB, Space Treaty 1967, persetujuan-persetujuan ITU yang relevan, dan semua ketentuan internasional mengenai hubungan persahabatan dan kerjasama antar-negara, dan hak asasi manusia.
c.       Hak dan Manfaat.
Setiap negara memiliki hak yang samauntuk melakukan aktivitas di bidang DBS.
d.      Kerjasama Internasional
Aktivitas DBS harus didasarkan pada upaya meningkatkan kerjasama internasional. Kerjasama ini harus mengacu pada persetujuan-persetujuan antara negara yang bersangkutan.
e.       Kewajiban negara
Negara memikul kewajiban internasional atas aktivitas yang dilakukannya atau yang dilakukan pihak lain di bawah yurisdiksinya. Dalam hal pelaku aktivitas adalah organisasi antar pemerintahan, kewajiban akan dipikul oleh, baik organisasi tersebut, maupun negara-negara yang terlibat di dalamnya.
f.       Hak dan Kewajiban Konsultasi.
Menetapkan bahwa konsultasi mengenai masalah-masalah yang timbul dari aktivitas DBS internasional harus segera dilakukan apabila suatu negara memintanya,
g.      Penyelesaian Sengketa secara Damai.
Menegaskan mengenai cara penyelesaian sengketa secara damai sebagaimana ditemukan dalam pasal 33 Piagam PBB.
h.      Hak Cipta dan Hak-Hak terkait
Hak-hak ini harus di;indungi dan setiap negara didorong untuk bekerjasama mengenai masalah ini melalui pembentukan pembentukan perjanjianinternasional.
i.        Notifikasi kepada PBB.
Negara harus selalu melaporkan/memberitahukan kepada PBB mengenai aktivitas DBS-nya.
Selain ada isu dan prinsip yang telah berhasil disepakati ada isu isu yang belum disetujui dalam sidang sidang UNCOPOUS antara lain:
a.      Konsultasi dan perjanjian antar Negara,
 Khususnya mengenai masalah seperti peluberan radiasi sinyal satelit, kecuali peluberan dalam batas batas yang ditentukan oleh peraturan peraturan ITU yang ditentukan oleh peraturan peraturan ITU yang relevan.[1]
b.      Isi siaran.
Negara dan badan penyiar di dalam wilayahnya yang bekerja sama dengan dengara lain mengenai penyiaran(programming), isi siaran, produksi dan pertukaran acara. Dilarang menyiarkan  bahan bahan atau informasi yang merusak perdamaian dan keamanan, ide perang, militerisme, kebencian rasial atau bangsa, dan permusuhan antar masyarakat, yang dimaksudkan untuk mencampuri urusan dalam negeri Negara lain atau yang merusak dasar dasar peradaban, budaya, cara hidup, tradisi dan bahasa setempat.
c.       Siaran yang melanggar Hukum atau yang tidak dapat diterima .
Bila DBS disiarkan kea rah suatu Negara asing tanpa persetujuan tegas dari Negara penerima ini, maka Negara ini boleh mengambil tindakan yang sah menurut hokum internasional terhadap siaran demikian. Setiap Negara harus bersedia member segala bantuan untuk menghentikan siaran yang melanggar hukum.
d.      Free Flow of Information
Konsep ini dapat dilihat dari dua segi, yaitu: segi hak kedaulatan negara (soverign rights) dan segi hak-hak perseorangan (individu). Menurut konsep ini, setiap orang berhak mengeluarkan pendapat dan menyiarkan pendapatnya tanpa terhalang oleh suatu pembatasan. Konsep ini didasari pada The Universal Declaration of Human Rights, 1948[2]
Pengaturan internasional mengenai Direct Broadcast Satellite hingga saat ini dapat dibedakan anatara Domestic Direct Broadcast Satellite (DDBS) yaitu pengaturan internasional untuk DBS domestik, dan international Direct Broadcasting Satellite (IDBS).
Dalam penggunaan satelit DBS, baik internasional maupun domestik, yang terpenting antara lain sebagai berikut:
1.      Alokasi frekuensi yang akan digunakan untuk kepentingan satelit DBS
2.      Alokasi frekuensi yang digunakan untuk staiun bumi
3.      Rencana penempatan slot satelit tersebut di geostasionari orbit
4.      Mengenai perubahan pembagian slot dan frekuensi
5.      Masalah spill-over
6.      Bila terjadi perselisihan antara negara yang berkaitan dengan kemampuan IDBS.

Selain itu, UNESCO pada awal tahun 1972 telah menghasilkan sebuah deklarasi, yaitu Declaration of Guiding Principles on the Use of Satellite of Broadcasting untuk kepentingan kebebasan informasi, penyebaran pendidikan, dan pertukaran kebudayaan lebih banyak. UNESCO juga menekankan kembali keberadaan dari pasal 19 Universal Declaration of Human Rights.[3]


[1] Kantaadmadja, Mieke. Makalah. 1993. Aspek Aspek Hukum Dari Sistem Siaran Langsung Melalui Satelit dalam www.ranggiwirasakti.blogspot.com
[2] K. Martono, Hukum Udara, Angkutan Udara dan Hukum Angkasa hal.367 dalam Pramono, Agus. 2011. Dasar Dasar Hukum Udara dan Hukum Ruang Angkasa. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hal 139
[3] Kantaadmadja, Mieke. Op.cit hal.5

[1] Pramono, Agus. 2011. Dasar Dasar Hukum Udara dan Hukum Ruang Angkasa. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hal 136 www.ranggiwirasakti.blogspot.com
[2] Suherman dalam kutipan Jurnal Diah Apriani Atika Sari. 2012. Pemanfaatan Geostasioneri Orbit dan Satelit. Jurnal Pandecta. Hal. 131
[3] Pramono, Agus. Op.cit Hal.
[4] Nasuton, Zulkarnaen. “SATELIT KOMUNIKASI: PERABOT BARU MASYARAKAT MODERN ”. Pustaka UT: Yogyakarta. Dalam Suci Nupliana. “Penggunaan satelit di Dunia Pertelevisian Indonesia dengan Teknologi SNG. Hal 6 dalam www.ranggiwirasakti.blogspot.com
[5] Kantaadmadja, Mieke. Makalah. 1993. Aspek Aspek Hukum Dari Sistem Siaran Langsung Melalui Satelit. Hal. 1

1 komentar:

vivi mengatakan...

Kumpulan Arti Mimpi Tentang Catur Dalam Togel Terlengkap
Tafsir Angka Mimpi