Jumat, 11 Juni 2010

YANG PERLU DICERMATI DALAM HAL PAJAK DAN ZAKAT

Apabila Islam telah mewajibkan zakat sebagai hak yang dimaklumi atas harta kaum Muslimin dan menjadikannya sebagai pajak yang dikelola oleh pemerintah Islam, maka bolehkah pemerintah Islam mewajibkan kepada orang kaya pajak-pajak lain disamping zakat untuk melaksanakan kepentingan ummat dan menutupi pembiayaan umum negara? Jawabnya boleh tapi dengan syarat.

Dalil-dalil yang memperbolehkan adanya kewajiban pajak disamping zakat
1. Karena jaminan/solidaritas sosial merupakan suatu kewajiban. Hal ini sudah kita kupas pada bagian yang membahas adanya kewajiban lain di luar zakat.
2. Sasaran zakat itu terbatas sedangkan pembiayaan negara itu banyak sekali.
Zakat harus digunakan pada sasaran yang ditentukan oleh syariah dan menempati fungsinya yang utama dalam menegakkan solidaritas sosial. Zakat tidak digunakan untuk pembangunan jalan, jembatan dll. Bila pemerintahan Islam dulu memperoleh pemasukan dari Kharaj (rampasan perang) untuk membiayai keperluankeperluan tsb, maka untuk saat ini Yusuf Al-Qaradhawy menyokong pendapat para ulama yang berpendapat bahwa pemerintah dapat memungut kewajiban pajak dari orang-orang kaya.
3. Adanya kaidah-kaidah umum hukum syara' yang memperbolehkan. Misalnya kaidah "Maslahih Mursalah" (atas dasar kepentingan). Kas yang kosong akan sangat membahayakan kelangsungan negara, baik adanya ancaman dari luar maupun dari dalam. Rakyat pun akan memilih kehilangan harta yang sedikit karena pajak dibandingkan kehilangan harta keseluruhan karena negara jatuh ke tangan musuh.
4. Adanya perintah Jihad dengan harta
Islam telah mewajibkan ummatnya untuk berjihad dengan harta dan jiwa sebagaimana difirmankan dalam Al Quran 9:41, 49:51, 61:11, dll. Maka tidak diragukan lagi bahwa jihad dengan harta itu adalah kewajiban lain di luar zakat. Di antara hak pemerintah (ulilamri) dari kaum Muslimin adalah menentukan bagian tiap orang yang sanggup memikul beban jihad dengan harta ini.
5. Kerugian yang dibalas dengan keuntungan
Sesungguhnya kekayaan yang diperoleh dengan pajak akan digunakan untuk segala keperluan umum yang manfaatnya kembali kepada masyarakat seperti; pertahanan dan keamanan, hukum, pendidikan, kesehatan, pengangkutan, dll.
Syarat-syarat diperbolehkannya pajak di luar zakat

Pajak yang diakui dalam sejarah Islam dan dibenarkan sistemnya harus memenuhi syarat-syarat sbb:
1. Harta itu benar-benar dibutuhkan dan tak ada sumber lain. Tidak diperbolehkan memungut sesuatu dari rakyat selagi dalam baitul-mal masih terdapat kekayaan.
2. Adanya pembagian pajak yang adil.
Pengertian adil tidak harus sama rata bebannya.
3. Pajak hendaknya dipergunakan untuk membiayai kepentingan ummat bukan untuk maksiat dan hawa nafsu.
Pajak bukan upeti untuk para raja dalam rangka memuaskan hawa nafsu, kepentingan pribadi dan keluarga mereka, atau kesenangan para pengikut mereka, tetapi harus dikembalikan untuk kepentingan masyarakat luas.
4. Adanya persetujuan para ahli dan cendikia.
Pemerintah tidak bertindak sendirian dalam hal mewajibkan pajak, menentukan besarnya serta memungutnya tanpa adanya persetujuan dari hasil musyawarah para ahli atau cendikia dari kalangan masyarakat (dewan perwakilan rakyat).
Ternyata pajak sangat dimungkinkan keberadaanya di luar kewajiban zakat. Dengan demikian diskusi di isnet tahun-tahun yang lalu yang ingin memperbesar persentase zakat untuk mengimbangi besarnya pengeluaran pemerintah adalah tidak beralasan. Zakat adalah kewajiban yang bersifat tetap (lihat posting-posting sebelumnya). Tinggal satu posting lagi untuk mengakhiri pembahasan Pajak dan Zakat.

Terdapat beberapa pendapat yang mencoba mengawinkan antara zakat dan pajak, dan memungkinkan adanya substitusi antara pajak dan zakat. Sehingga bagi kita yang telah rajin membayar pajak tidak perlu lagi membayar zakat, benarkah? Hal ini diulas panjang lebar oleh Yusuf Al-Qaradhawy di bagian akhir buku beliau.


Sari Penting Kitab Fiqih Zakat, Dr. Yusuf Al-Qaradhawy

0 komentar: