Rabu, 13 Oktober 2010

Filsafat Pancasila

FILSAFAT PANCASILA

A. Pengertian Filsafat
Filsafat adalah satu bidang ilmu yang senantiasa ada dan menyertai kehidupan manusia. Dengan lain perkataan selama manusia hidup, maka sebenarnya ia tidak dapat mengelak dari filsafat, atau dalam kehidupan manusia senantiasa berfilsafat. Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philein yang artinya cinta dan shopos yang artinya kebijaksanaan, jadi secara harfiah istilah filsafat adalah mengandung makna cinta kebijaksanaan. Hal ini nampaknya sesuai dengan sejarah timbulnya ilmu pengetahuan, yang sebelumnya dibawah naungan filsafat.
Jikalau ditinjau dari lingkup pembahasannya, maka filsafat meliputi bidang bahasan antara lain tentang manusia, masyarakat, alam, pengetahuan, etika, logika, agama, estetika dan bidang lainnya.
Keseluruhan arti filsafat yang meliputi berbagai masalah tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua macam sebagai berikut :
Pertama : Filsafat sebagai produk mencakup pengertian
a. Pengertian filsafat yang mencakup arti-arti filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep dari para filsuf pada zaman dahulu, teori, sistem atau pandangan tertentu. Yang merupakan hasil dari proses berfilsafat.
b. Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari aktivitas berfilsafat, yang pada umumnya proses pemecahan persoalan filsafat ini diselesaikan dengan kegiatan berfilsafat.
Kedua : Filsafat sebagai suatu proses mencakup pengertian
Filsafat yang diartikan sebagai bentuk suatu aktivitas berfilsafat, dalam proses pemecahan suatu permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objek permasalahannya. Filsafat merupakan suatu sistem yang dinamis dalam pengertian filsafat tidak lagi hanya merupakan sekumpulan dogma yang hanya diyakini, ditekuni, melainkan dengan menggunakan suatu cara dan metode sendiri.
B. Pengertian Pancasila sebagai Suatu Sistem
Sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh, system lazimnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Suatu kesatuan bagian-bagian
2) Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
3) Saling berhubungan, slaing ketergantungan
4) Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan system)
5) Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks (Shore dan Voich, 1974:22)
Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila Pancasila setiap sila pada hakikatnya merupakan asas sendiri, fungsi sendiri-sendiri tujuan tertentu, yaitu suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan. Maka dasar filsafat Negara Pancasila adalah merupakan suatu kesatuan yang bersifat majemuk tunggal (majemuk artinya jamak) (tunggal artinya satu).
Sila-sila pancasila merupakan sistem filsafat pada hakikatnya, merupakan suatu kesatuan organis, antara sila-sila pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan bahkan saling mengkualifikasi.
Kenyataan Pancasila yang demikian itu disebut kenyataan objektif. Yaitu Pancasila sebagai sistem filsafat bersifat khas dan berbeda dengan sistem filsafat lainnya, seperti liberalisme, komunisme, dan lain-lain.
C. Kesatuan Sila-Sila Pancasila
1. Susunan Pancasila yang bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramida
Susunan Pancasila adalah hierarkhis dan mempunyai bentuk piramidal, yang menggambarakan hubungan hirarki sila-sila Pancasila dalam urutan luas(kuantitas) dan juga dalam sifat-sifatnya(kualitas). Secara ontologis kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem bersifat hierarkhis dan berbentuk piramidal adalah sebagai berikut : bahwa hakikat adanya Tuhan adalah ada karena dirinya sendiri, Tuhan sebagai Causa Prima. Oleh karena itu segala sesuatu yang ada termasuk manusia ada karena diciptakan Tuhan atau manusia ada sebagai akibat adanya Tuhan (Sila 1). Adapun manusia adalah sebagai subjek pendukung pokok Negara, karena Negara adalah lembaga kemanusiaan, Negara adalah sebagai persekutuan hidup bersama yang anggotanya adalah manusia (Sila 2). Maka Negara adalah sebagai akibat adanya manusia yang bersatu (Sila 3). Rakyat adalah sebagai totalitas individu-indvidu dalam Negara yang bersatu (Sila 4). Keadilan pada hakikatnya merupakan tujuan suatu keadilan dalam hidup bersama atau dengan lain perkataan keadilan sosial (Sila 5).
2. Kesatuan Sila-sila Pancasila yang saling Mengisi dan Saling Mengkualifikasi
Sila-sila Pancasila sebagai kesatuan dapat dirumuskan pula dalam hubungannya saling mengisi atau mengkualifikasi dalam rangka hubungan hirarki piramidal tadi. Untuk kelengkapan dari hubungan kesatuan keseluruhan dari sila-sila Pancasila dipersatukan dengan rumus hierarkis tersebut di atas.
1) Sila pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dpimpin oleh hikmat kebijakasaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2) Sila kedua : kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kemanudiaan yang Berketuhan Yang Maha Esa, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3) Sila ketiga : persatuan Indonesia adalah persatuan yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilann, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4) Sila keempat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, adalah kerakyatan yang Berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5) Sila kelima : keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah keadilan yang Berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. (Notonagaro:1975)
D. Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat
Kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hirarkis dan mempunyai bentuk piramidal, digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkhis sila-sila dalam Pancasila dalam urut-urutan luas (kuantitas) dan dalam pengertian inilah hubungan kesatuan sila-sila Pancasila itu dalam arti formal logis.
Secara filosofi Pancasila sebagai suatu kesatuan system filsafat memiliki dasar ontologis, dasar epistemologis dan dasar aksiologis sendiri yang berbeda dengan sistem filsafat yang lainnya misalnya materialisme, liberalisme, pragmatisme, komunisme, idealisme, dan lain paham filsafat di dunia.
1. Dasar Ontologis Sila-sila Pancasila
Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat nutlak monopluralis. Oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar antropolgis. Subjek pendukung pokok sila-sila Pancasila adalah manusia, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut : bahwa yang Berketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil.
Demikian juga jikalau kita pahami dari segi filsafat Negara bahwa Pancasila adalah dasar filsafat Negara, adapun pendukung pokok Negara adalah rakyat dan unsur rakyat adalah manusia itu sendiri, sehingga tepatlah jikalau dalam filsafat Pancasila bahwa hakikat dasar antropologis sila-sila Pancasila adalah manusia.
Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologisme memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa jasmani dan rohani, sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makluk sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makluk Tuhan Yang Maha Esa.
Hubungan kesesuaian antara dengan landasan sila-sila Pancasila adalah berupa hubungan sebab-akibat yaitu Negara sebagai pendukung hubungan dan Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal hubungan. Landasan sila-sila Pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil adalah sebagai sebab adapun Negara adalah sebab akibat.
2. Dasar Epistemologis Sila-sila Pancasila
Sebagai suatu ideologi maka Pancasila memiliki tiga unsur pokok agar dapat menarik loyalitas dari pendukungnya yaitu : 1) logis, yaitu rasionalitas atau penalarannya, 2) pathos yaitu penghayatannya, dan 3) ethos yaitu kesusilaannya (Wibisono, 1996:3).
Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemology yaitu: pertama tentang sumber pengetahuan manusia, kedua tentang teori kebenaran pengetahuan manusia, ketiga tentang watak pengetahuan manusia(Titus:1996)
Persoalan epistemologi dalam hubungannya dengan Pancasila dapat dirinci sebagai berikut :
Pancasila sebagai suatu objek pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan Pancasila dan susunan pengetahuan Pancasila. Pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri, bukan berasal dari bangsa lain, bukannya hanya merupakan perenungan serta pemikiran seseorang atau beberapa orang saja namun dirumuskan oleh wakil-wakil bangsa Indonesia dalam mendirikan Negara. Bangsa Indonesia adalah sebagai kausa materialis Pancasila.
Susunan isi arti Pancasila meliputi tiga hal yaitu : pertama, isi arti Pancasila yang umum universal yaitu hakikat sila-sila Pancasila. Kedua, isi arti Pancasila yang umum kolektif, yaitu isi arti Pancasila sebagai pedoman kolektif Negara dan bangsa Indonesia terutama dalam tertib hukum Indonesia. Ketiga, isi arti Pancasila yang bersifat khusus dan kongkrit yaitu isi arti Pancasila dalam realisasi praktis dalam berbagai bidang kehidupan sehingga memiliki sifat yang khusus kongkrit serta dinamis.(Notonagoro:1975)
Pembahasan berikutnya adalah pandangan Pancasila tentang pengetahuan manusia. Maka konsepsi dasar ontologism sila-sila Pancasila yaitu hakikat manusia monopluralis merupakan dasar pijak epistemology Pancasila. Pancasila bahwa hakikat manusia adalah monopluralis yaitu hakikat manusia yang memiliki unsur-unsur pokok yaitu susunan kodrat yang terdiri atas raga (jasmani) dan jiwa (rokhani). Tingkatan hakikat raga manusia adalah unsur-unsur : fisis anorganis, vegetative, animal. Kebenaran dalam pengetahuan manusia adalah merupakan suatu sintesa yang harmonis antara potensi-potensi kejiwaan manusia yaitu akal, rasa, dan kehendak manusia untuk mendapatkan kebenaran yang tertinggi yaitu kebenaran mutlak 3.Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila
Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar aksiologisnya, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan.
Ada sekelompok orang mendasarkan pada orientasi nilai material, namun ada pula yang sebaliknya yaitu berorientasi pada nilai yang nonmaterial nilai-nilai material relative lebih mudah diukur yaitu menggunakan indra maupun alat pengukur lainnya seperti berat, panjang, lebar, luas, dan sebagainya.
Dengan demikian nilai-nilai Pancasila yang tergolong nilai kerokhanian itu juga mengandung nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis yaitu nilai material, nilai vital, nilaia kebenaran, nilai keindahan atau estetis, nilai kebaikan atau nilai moral, maupun nilai kesucian yang secara keseluruhan bersifat sistematik-hirarkis, dimana sila pertama yaitu Ketuhanan yang Maha Esa sebagai basisnya sampai dengan sila Keadilan Sosial sebagai tujuannya.

a. Teori Nilai
Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dapat dikelompokkan dalam empat tingkatan sebagai berikut :
1) Nilai-nilai kenikmatan : dalam tingkat ini terdapat deretan nilai-nilai yang mengenakkan dan tidak mengenakkan, yang menyebabkan orang senang atau menderita tidak enak.
2) Nilai-nilai kehidupan : dalam tingkat ini terdapatlah nilai-nilai yang penting bagi kehidupan, misalnya kesehatan.
3) Nilai-nilai kejiwaan : dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan.
4) Nilai-nilai kerokhanian : dalam tingkat ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci dan tak suci.
Walter G. Everet menggolong-golongkan nilai manusiawi ke dalam delapan kelompok yaitu:
1) Nilai-nilai ekonomis
2) Nilai-Nilai kejasmanian
3) Nilai-nilai hiburan
4) Nilai-Nilai sosial
5) Nilai-nilai watak
6) Nilai-nilai estetis
7) Nilai-nilai intelektual
8) Nilai-nilai keagamaan
Notonegoro membagi nilai-nilai menjadi tiga yaitu :
1) Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
2) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
3) Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani. Nilai kerohanian dibagi menjadi empat macam yaitu
a. Nilai kebenaran
b. Nilai keindahan
c. Nilai kebaikan
d. Nilai religius
Nilai-nilai material relative lebih mudah diukur, yaitu dengan menggunakan alat indera maupun alat pengukur seperti berat, panjang, luas dan sebagainya.
b. Nilai-nilai Pancasila sebagai Suatu Sistem
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu mempunyai tingkatan dan bobot yang berbeda, namun nilai-nilai itu tidak saling bertentangan. Akan tetapi nilai itu saling melengkapi. Pancasila merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, atau kesatuan organik. Hakikat sila-sila Pancasila (substansi Pancasila) adalah merupakan nilai-nilai, sebagai pedoman Negara adalah meruoakan norma, adapun aktualisasinya merupakan realisasi kongkrit Pancasila.
E. Pancasila sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia
1. Dasar Filosofi
Pancasila sebagai dasar filsafat Negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis.
Dasar pemikiran filosofis dari sila-sila Pancasila sebagai dasar filsafat Negara adalah sebagai berikut. Pancasila sebagai filsafat bangsa dan Negara Republik Indonesia, mengandung makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan serta kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaa, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Pemikiran filsafat kenegaraan bertolak dari suatu pandangan bahwa Negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup manusia atau organisasi kemasyarakatan dalam hidup manusia (legal society) atau masyarakat hukum. Adapun Negara yang didirikan oleh manusia itu berdasarkan pada kodrat bahwa manusia sebagai warga dari Negara sebagai persekutuan hidup adalah berkedudukan kodrta manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa (hakikat sila pertama).
Selain itu secara kausalitas bahwa nilai-nilai Pancasila adalah bersifat objektif dan juga subjektif. Artinya esensi nilai-nilai Pancasila adalah bersifat universal yaitu Ketuhanan,Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan.
Nilai-nilai Pancasila bersifat objektif dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Rumusan dari sila-sila Pancasila itu sendiri sebenarnya hakikat maknanya yang terdalam menunjukkan adanya sifat-sifat yang umum universal dan abstrak, karena merupakan suatu nilai.
2) Inti nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan bangsa Indonesia dan mungkin juga pada bangsa lain baik dalam adat kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan maupun dalam kehidupan keagamaan.
3) Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, menurut ilmu hukum mememuhi syarat sebagai pokok kaidah yang fundamental Negara sehingga merupakan suatu sumber hukum positif di Indonesia.
2. Nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara
Adapun Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya memuat nilai-nilai Pancasila mengandung Empat Pokok Pikiran yang bilamana dianalisis makna yang terkandung didalamnya tidak lain adalah merupakan derivasi atau penjabaran dari nilai-nilai Pancasila.
Pokok Pikiran Pertama menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara persatuan, yaitu Negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mengatasi segala paham golongan maupun perseorangan.
Pokok Pikiran Kedua menyatakan bahwa Negara hendak mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pokok Pikiran Ketiga menyatakan bahwa Negara berkedaulatan rakyat.
Pokok Pikiran Keempat menyatakan bahwa Negara berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
F. Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia
Istilah ideologi berasal dari kata ‘idea’ yang berarti ‘gagasan’ konsep, pengertian dasar, cita-cita’ dan ‘logos’ yang berarti ‘ilmu’. Kata ‘idea’ berasal dari kata bahasa Yunani ‘eidos’ yang artinya ‘bentuk’. Ada kata ‘idein’ yang artinya ‘melihat’. Secara harafiah, ideology berarti ilmu pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari, ‘idea’ disamakan artinya dengan ‘cita-cita’. Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai, sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau faham.
G. Makna Nilai-nilai Setiap Sila Pancasila
Sebagai suatu dasar filsafat Negara maka sila-sila Pancasila merupakan suatu system nilai, oleh karena itu sila-sila Pancasila itu pada hakikatnya merupakan suatu kesatua. Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila adalah sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meiputi dan menjiwai keempat sila lainnya.
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab secara sistematis didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, serta mendasari dan menjiwai ketiga sila berikutnya. Nilai kemanusiaan ini bersumber pada dasar filosofis antropologis bahwa hakikatnya manusia adalah susunan kodrat rokhani (jiwa) dan raga, sifat kodrat individu dan makhluk sosial, kedudukan kodrat makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa.
Nilai kemanusiaan yang beradab adalah perwujudan nilai kemanusiaan sebagai makluk yang berbudaya bernoral dan beragama.
Dalam kehidupan kenegaraan harus senantiasa dilandasi oleh moral kemanusiaan antara lain dalam kehidupan pemerintahan Negara, politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, pertahan dan keamanan serta dalam kehidupan keagamaan.
3. Persatuan Indonesia
Nilai yang terkandung dalam sila Persatuan Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan keempat sila lainnya karena seluruh sila merupakan suatu kesatuan yang bersifat sistematis.
Dalam sila Persatuan Indonesia terkandung nilai bahwa Negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makluk individu dan makluk sosial. Negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup bersama diantara elemen-elemen yang membentuk Negara yang berupa, suku, ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan
Nilai filosofis yang terkandung didalamnya adalah bahwa hakikat Negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makluk individu dan makluk sosial. Hakikat rakyat adalah merupakan sekelompok manusia sebagai makluk Tuhan yang Maha Esa yang bersatu yang bertujuan mewujudkan harkat dan martabat manusia dalam suatu wilayah Negara. Rakyat adalah merupakan subjek pendukung pokok Negara. Maka nilai-nilai demokrasi yang terkandung dalam sila kedua adalah (1) adanya kebebasan yang harus disertai dengan tanggung jawab baik terhadap masyarakat bangsa maupun secara moral terhadap Tuhan Yang Maha Esa. (2) Menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan. (3) Menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam hidup bersama. (4) Mengakui atas perbedaan individu, kelompok, ras, suku, agama, karena perbedaan adalah merupakan suatu bawaan kodrta manusia. (5) Mengakui adanya persamaan hak yang melekat pada setiap individu, kelompok, ras, suku maupun agama. (6) Mengarahkan perbedaan dalam suatu asas musyawarah sebagai moral kemanusiaan yang beradab. (8) Mewujudkan dan mendasarkan suatu keadilan dalam kehidupan sosial agar tercapainya tujuan bersama.
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Konsekuensinya nilai-nilai keadilan yang harus terwujud dalam hidup bersama adalah meiputi (1) keadilan distributif, yaitu suatu hubungan keadilan antara Negara terhadap warganyam dalam arti pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk keadilan membagi, dalam bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi serta kesempatan dalam hidup bersama yang didasarkan atas hak dan kewajiban. (2) Keadilan legal (keadilan bertaat) yaitu suatu hubungan keadilan antara warga Negara terhadap Negara dan dalam masalah ini pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam Negara. (3) Keadilan komulatif, yaitu suatu hubungan keadilan antara warga saru dengan lainnya secara timbale balik.
Tujuan Negara yaitu mewujudkan kesejahteraan seluruh warganya serta melindungi seluruh warganya dan seluruh wilayahnya, mencerdaskan seluruh warganya.
H. Pancasila sebagai Dasar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi teoretis yang umum yang merupakan suatu sumber nilai.
Negara adalah sebagai perwujudan sifat kodrat manusia individu makhluk sosial (Notonegoro, 1975) yang senantiasa tidak dapat dilepaskan dengan lingkungan geografis sebagai ruang tempat bangsa tersebut hidup.
Kenyataan objektif nilai-nilai filosofis Pancasila sebagai paradigm kehidupan kenegaraan dan kebangsaan sebenarnya bukanlah hanya pada tingkatan legitimasi yuridis dan politis saja, melainkan pada tingkatan sosio-kultural religious.
Secara lebih rinci filsafat Pancasila sebagai dasar kehidupan kebangsaan dan kenegaraan adalah merupakan Identitas Nasional Indonesia. Hal ini didasarkan pada suatu realitas bahwa kausa materialis atau asal nilai-nilai Pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri.
Pancasila juga merupakan dasar dan basis geopolitik dan geostrategic Indonesia. Geopolitik diartikan sebagai kebijaksanaan dan strategi nasional Indonesia, yang didorong oleh aspirasi nasional geografik atau kepentingan yang titik beratnya terletak pada pertimbangan geografi.
Sebagai konsekuensi dari konsep geopolitik Indonesia, maka Pancasila merupakan dasar filosofi geostrategi Indonesia. Geostrategi diartikan sebagai metode untuk mewujudkan cita-cita proklamasi, sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945.


Oleh Liberta Bintoro Ranggi Wirasakti
dirangkum dari /buku kewarganegaraan pendidikan tinggi Prof.Kaelan

0 komentar: