Kamis, 10 Juli 2014

Lintas Melalui Alur Kepulauan di Indonesia

Oleh: Ranggi Wirasakti
Indonesia sebagai Negara kepulauan yang telah meratifikasi UNCLOS 1982 melalui Undang-Undang No. 17 tahun 1985, memiliki kewenangan untuk menetapkan Alur Laut Kepulauan di Perairan Kepulauannya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 53 UNCLOS 1982 yang menyatakan  
Suatu Negara Kepulauan dapat menentukan alur laut dan rute penerbangan di atasnya, yang cocok digunakan untuk lintas kapal dan pesawat udara asing yang terus menerus dan langsung serta secepat mungkin melalui atau di atas perairan kepulauannya dan laut teritorial yang berdampingan dengannya.
Untuk menindaklanjuti hal tersebut, Indonesia pada tahun 2002 telah menetapkan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepualaun Melalui Alur Laut Kepulauan yang Ditetapkan.  Pembentukan Peraturan Pemerintah tersebut telah melalui tahap-tahap konsultasi dengan organisasi internasional yang berwenang. Hal ini dikarenakan menurut UNCLOS Pasal 53 ayat (9) mewajibkan hal tersebut sebagaimana dinyatakan sebagai berikut
Dalam menentukan atau mengganti alur laut atau menetapkan atau mengganti skema pemisah lalu lintas, suatu Negara kepulauan harus mengajukan usul-usul kepada organisasi internasional berwenang dengan maksud untuk dapat diterima. Organisasi tersebut hanya dapat menerima alur laut dan skema pemisah lalu lintas yang demikian sebagaimana disetujui bersama dengan Negara kepulauan, setelah mana Negara kepulauan dapat menentukan, menetapkan atau menggantinya.
Dengan adanya PP tersebut, maka setiap kapal dan pesawat udara asing memiliki hak dan kewajiban saat melakukan lintas di alur kepulauan yaitu sebagai berikut:
Kewajiban:
  • Pada pasal 4 ditegaskan Kapal dan pesawat udara asing yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan harus melintas secepatnya melalui atau terbang di atas alur laut kepulauan dengan cara normal, semata-mata untuk melakukan transit yang terus-menerus, langsung, cepat, dan tidak terhalang. Pada ayat (2) Kapal atau pesawat udara asing yang melaksanakan lintas alur laut kepulauan, selama melintas tidak boleh menyimpang lebih dari 25 (dua puluh lima) mil laut ke kedua sisi dari garis sumbu alur laut kepulauan, dengan ketentuan bahwa kapal dan pesawat udara tersebut tidak boleh berlayar atau terbang dekat ke pantai kurang dari 10 % (sepuluh per seratus) jarak antara titik-titik yang terdekat pada pulaupulau yang berbatasan dengan alur laut kepulauan tersebut.
    (3) Kapal dan pesawat udara asing sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh melakukan ancaman atau menggunakan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, atau
    kemerdekaan politik Republik Indonesia, atau dengan cara lain apapun yang melanggar asas-asas Hukum Internasional yang terdapat dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
    (4) Kapal perang dan pesawat udara militer asing, sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan, tidak boleh melakukan latihan perang-perangan atau latihan menggunakan senjata macam apapun dengan mempergunakan amunisi.
    (5) Kecuali dalam keadaan force majeure atau dalam hal musibah, pesawat udara yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh melakukan pendaratan di wilayah Indonesia.
    (6) Semua kapal asing sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh berhenti atau berlabuh jangkar atau mondar-mandir, kecuali dalam hal force majeure atau dalam hal keadaan musibah atau memberikan pertolongan kepada orang atau kapal yang sedang dalam keadaan musibah.
    (7) Kapal atau pesawat udara asing yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh
    melakukan siaran gelap atau melakukan gangguan terhadap sistem telekomunikasi dan tidak boleh
    melakukan komunikasi langsung dengan orang atau kelompok orang yang tidak berwenang dalam
    wilayah Indonesia.
  • Mengenai Kapal Survei diatur dalam Pasal 5 yaitu Kapal atau pesawat udara asing, termasuk kapal atau pesawat udara riset atau survey hidrografi, sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan, tidak boleh melakukan kegiatan riset kelautan atau survey hidrografi, baik dengan mempergunakan peralatan deteksi maupun peralatan pengambil contoh, kecuali telah mendapatkan ijin.
  • Mengenai Penangkapan Ikan diatur dalam Pasal 6 yang menyatakan Kapal asing, termasuk kapal penangkap ikan, sewaktu melaksana-kan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan, tidak boleh melakukan kegiatan perikanan. Dalam ayat (2) Kapal penangkap ikan asing, sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan, selain memenuhi kewajiban di atas, juga wajib menyimpan peralatan penangkap ikannya ke dalam palka.
    Pada ayat (3) Kapal dan pesawat udara asing, sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh menaikkan ke atas kapal atau menurunkan dari kapal, orang, barang atau mata uang dengan cara yang bertentangan dengan perundang-undangan kepabeanan, keimigrasian, fiskal, dan kesehatan, kecuali dalam keadaan force majeure atau dalam keadaan musibah.
  • Untuk menunjang keselamatan pelayaran, Kapal asing sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan wajib menaati peraturan, prosedur, dan praktek internasional mengenai keselamatan pelayaran yang diterima secara umum, termasuk peraturan tentang pencegahan tubrukan kapal di laut sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 7 PP.
    (2) Kapal asing sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan dalam suatu alur laut di mana telah ditetapkan suatu Skema Pemisah Lintas untuk pengaturan keselamatan pelayaran, wajib menaati
    pengaturan Skema Pemisah Lintas tersebut.
    (3) Kapal asing sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh menimbulkan gangguan atau kerusakan pada sarana atau fasilitas navigasi serta kabel-kabel dan pipa-pipa bawah air.
    (4) Kapal asing sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut kepulauan dalam suatu alur laut kepulauan di mana terdapat instalasi-instalasi untuk eksplorasi atau eksploitasi sumber daya alam hayati atau non hayati, tidak boleh berlayar terlalu dekat dengan zona terlarang yang lebarnya 500 (lima ratus) meter yang ditetapkan di sekeliling instalasi tersebut.
Selain dibebani kewajiban-kewajiban di atas kapal-kapal yang menikmati hak lintas melalui alur kepulauan tersebut oleh Peraturan Pemerintah no. 37 tahun 2002 ini diberikan larangan-larangan sebagai berikut:
  • Pada pasal 9 dinyatakan Kapal asing yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan dilarang membuang  minyak, dan bahan-bahan perusak lainnya ke dalam lingkungan laut, dan atau melakukan kegiatan yang bertentangan dengan peraturan dan standar internasional untuk mencegah, mengurangi, dan mengendalikan pencemaran laut yang berasal dari kapal.Pada Pasal 9 ayat (2) Kapal asing yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan dilarang melakukan dumping di Perairan Indonesia. Sedangkan dalam Pasal 9 ayat (3) Kapal asing bertenaga nuklir, atau yang mengangkut bahan nuklir, atau barang atau bahan lain yang karena sifatnya berbahaya atau beracun yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan, harus membawa dokumen dan mematuhi tindakan pencegahan khusus yang ditetapkan oleh perjanjian internasional bagi kapal-kapal yang demikian.