Rabu, 04 Januari 2012

Kepailitan: Pengertian dan Seluk Beluknya


1)      Kepailitan
Berdasarkan Undang-undang N0. 37 Tahun 2004 Pasal 1 Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitur Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
Arti sebenarnya dari bangkrut atau pailit adalah seorang pedagang yang bersembunyi atau melakukan tindakan tertentu yang cenderung untuk mrngrlabuhi pihak krediturnya (Munir Fuady, 2002:7).
Pada Pasal 2 Undang-undang Kepailitan N0. 37 Tahun 2004 menyatakan sebagai berikut:
1.         Debitur yang mempunyai dua atau lebih Kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya.
2.         Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum.
3.         Dalam hal Debitur adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia.
4.         Dalam hal Debitur adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.
5.         Dalam hal Debitur adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan public, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.
Dari Pasal 2 diatas maka dapat ditarik kesimpulan tentang syarat-syarat yuridis agar suatu perusahaan dapat dinyatakan pailit adalah sebagai berikut:
1.         Adanya hutang;
2.         Minimal satu dari hutang sudah jatuh tempo;
3.         Minimal satu dari hutang dapat ditagih;
4.         Adanya debitur;
5.         Adanya kreditur;
6.         Kreditur lebih dari satu;
7.         Pernyataan pailit dilakukan oleh pengadilan niaga;
8.         Permohonan pernyataan pailit diajukan oleh pihak yang berwenang yaitu:
a.    Pihak debitur;
b.    Satu atau  lebih kreditur;
c.    Jaksa untuk kepentingan umum;
d.   Bank Indonesia jika debiturnya bank;
e.    Mentri Keuangan jika debiturnya perusahaan asuransi, reasuransi, dana pension atau BUMN yang bergerak di kepentingan publik.
9.         Dan syarat-syarat yuridis lainnya yang disebutkan dalam undang-undang Kepailitan.
10.     Apabila syarat-syarat terpenuhi, hakim “menyatakan pailit”, bukan “dapat menyatakan pailit”. Sehingga dalam hal ini kepada hakim tidak diberi ruang untuk memberikan “judgement” yang luas seperti pada kasus-kasus lainnya, walaupun limited defence masih dibenarkan, mengingat yang berlaku adalah prosedur pembuktian yang sumir.

v    Para pihak yang berada dalam proses Kepailitan adalah sebagai berikut:
1.    Pihak pemohon pailit
Salah satu pihak yang terlibat dalam perkara kepailitan adalah pihak pemohon pailit, yakni pihak yang mengambil inisiatif untuk mengajukan permohonan pailit ke pengadilan, yang dalam perkara biasa disebut sebagai pihak penggugat (Munir Fuady, 2002:35).
Menurut Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan kewajiban membayar hutang pada Pasal 2 menyebutkan bahwa yang dapat menjadi pemohon dalam suatu perkara pailit adalah salah satu dari pihak berikut:
a.    Pihak Debitur itu sendiri;
b.    Salah satu atau lebih dari pihak kreditur;
c.    Pihak kejaksaan jika menyangkut dengan kepentingan umum;
d.   Pihak Bank Indonesia jika debiturnya adalah suatu bank;
e.    Pihak Badan Pengawas Pasar Modal jika debiturnya adalah suatu perusahaan efek yaitu pihak yang melakukan kegiatannya sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek, dan/ atau manajer investasi, sebagaimana yang dimaksudkan dalam perundang-undangan di bidang pasar modal.
f.     Pihak Menteri Keuangan jika debitur adalah Perusahaan Asuransi, reasuransi, Dana Pensiun atau BUMN yang bergerak di bidang kepentingan umum.
2.    Pihak debitur pailit
Pihak debitur pailit adalah pihak yang memohon dimohonkan pailit ke pengadilan yang berwenang. Yang dapat menjadi debitur pailit adalah debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitpun satu hutang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
3.    Hakim Niaga
Perkara kepailitan diperiksa oleh hakim majelis (tidak boleh hakim tunggal) baik untuk tingkat pertama maupun tingkat kasasi. Hanya untuk perkara perniagaan lainnya yang bukan perkara kepailitan, untuk tingkat pengadilan pertama yang boleh diperiksa oleh hakim tunggal dengan penetapan MA. Hakim majelis tersebut merupakan hakim-hakim pada pengadilan Niaga, yakni Hakim-hakim Pengadilan Negeri yang diangkat menjadi Hakim Pengadilan Niaga berdasarkan keputusan MA.
4.    Hakim Pengawas
Pengadilan wajib mendengar pendapat Hakim Pengawas, sebelum mengambil suatu keputusan mengenai pengurusan atau pemberesan harta pailit (Pasal 66 Undang-undang N0. 37 Tahun 2004).
Dahulu hakim pengawas disebut Hakim Komisaris. Tugas dari hakim pengawas ini adalah untuk mengawasi peaksanaan pemberesan harta pailit, maka dalam keputusan pailit hakim pengawas ini diangkat oleh pengadilan disamping pengangkatan kurator.
Hakim pengawas berwenang untuk mendengar keterangan saksi atau memerintahkan penyelidikan oleh para ahli untuk memperoleh kejelasan tentang segala hal mengenai kepailitan. Saksi dipanggil atas nama Hakim Pengawas. Dalam hal saksi tidak datang menghadap atau menolak memberi kesaksian maka berlaku ketentuan Hukum Acara Perdata. Dalam hal saksi bertempat tinggal di luar daerah hukum Pengadilan yang memutuskan pailit, Hakim Pengawas dapat melimpahkan pemeriksaan saksi tersebut kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal saksi. Istri atau suami, bekas istri atau suami, dan keluarga sedarah menurut keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari Debitur pailit mempunyai hak undur diri sebagai saksi (Pasal 67 Undang-undang No. 37 Tahun 2004).
5.    Kurator
Kurator  merupakan salah satu pihak yang cukup memegang peranan dalam suatu proses perkara pailit. Dan karena peranannya yang besar dan tugasnya berat, maka tidak sembarangan orang dapat menjadi pihak kurator.
Untuk menjadi kurator persyaratan dan prosedurnya diatur secara ketat. Berdasar Pasal 69 UU kepailitan, tugas Kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit. Dalam melaksanakan tugasnya, Kurator:
a.    Tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada Debitur atau salah satu organ Debitur, meskipun dalam keadaan di luar kepailitan persetujuan atau pemberitahuan demikian dipersyaratkan;
b.    Dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, hanya dalam rangka meningkatkan nilai harta pailit.
Apabila dalam melakukan pinjaman dari pihak ketiga Kurator perlu membebani harta pailit dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan dan lainya maka pinjaman tersebut harus lebih dahulu memperoleh persetujuan Hakim Pengawas. Pembebanan harta pailit dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainya sebagaimana dimaksud pada ayat (3), hanya dapat dilakukan terhadap bagian harta pailit yang belum dijadikan jaminan utang.
Untuk menghadap di sidang pengadilan, Kurator harus terlebih dahulu mendapat izin dari Hakim Pengawas, kecuali menyangkut sengketa pencocokan piutang atau dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, 38, 39 dan Pasal 59 ayat (3). Kurator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 adalah:
a.    Balai Harta Peninggalan; atau
b.    Kurator lainnya.
Yang dapat menjadi Kurator adalah:
a.    Orang perseorangan yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan/ atau membereskan harta pailit; dan
b.    Terdaftar pada kementerian yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang hukum dan peraturan peryndang-undangan.
6.    Panitia Kreditur
Salah saatu pihak dalam proses kepailitan adalah apa yang disebut Panitia Kreditur yang mewakili pihak kreditur, sehingga panitia kreditur akan memeperjuangkan segala kepentingan hukum dari pihak kreditur. Dalam UU Kepailitan terdapat dua Panitia Kreditur, yaitu:
a.    Panitia Kreditur sementara (yang ditunjuk dalam putusan pernyataan pailit); dan
b.    Panitia kreditur tetap yaitu yang dibentuk oleh Hakim Pengawas apabila dalm putusan pailit tidak diangkat panitia kreditur sementara.
Pada Pasal 79 UU Kepailitan, dalam putusan pailit atau dengan penetapan kemudian, Pengadilan dapat membentuk panitia kreditur sementara terdiri atas tiga orang yang dipilih dari Kreditur yang dikenal dengan maksud memberikan nasihat kepada Kurator. Kreditur yang diangkat dapat mewakilkan kepada orang lain semua pekerjaan yang berhubungan dengan tugas-tugasnya dalam panitia. Dalam hal berhenti, atau meninggal, Pengadilan harus mengganti Kreditur tersebut dengan mengangkat seorang di antara dua calon yang di usulkan oleh Hakim Pengawas.
Pasal 80 menjelaskan setelah pencocokan utang selesai dilakukan, Hakim Pengawas wajib menawarkan kepada Kreditur untuk membentuk panitia kreditur tetap. Atas permintaan kreditur konkuren berdasarkan putusan kreditur konkuren dengan suara terbanyak biasa rapat Kreditur, Hakim Pengawas:
a.    Mengganti panitia kreditur sementara, apabila dalam putusan pailit telah ditunjuk panita kreditur semntara; atau
b.    Membentuk panitia kreditur, apabila dalam putusan pailit belum diangkat panitia kreditur.
Panitia kreditur setiap waktu berhak meminta diperlihatkan semua buku, dokumen, dan surat mengenai kepailitan. Kurator wajib memberikan kepada panitia kreditur semua keterangan yang dimintainya (Pasal 81). Dalam hal diperlukan, Kurator dapat mengadakan rapat dengan panitia kreditur, untuk meminta nasihat (Pasal 82).
Sebelum mengajukan gugatan atau meneruskan perkara yang sedang berlangsung, ataupun menyanggah gugatan yang diajukan atau sedang berlangsung, Kurator wajib meminta pendapat panitia kreditur. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ber laku terhadap sengketa tentang pencocokan piutang, tentang meneruskan atau tidak meneruskan perusahaan dalam pailit, dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, 38, 39, 59 ayat (3), 106, 107, 184 ayat (3) dan Pasal 186, tentang waktu maupun jumlah pembagian yang harus dilakukan. Pendapat panitia kreditur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan, apabila Kurator telah memanggil panitia kreditur untuk mengadakan rapat guna memberikan pendapat, namun dalam jangka waktu tujuh hari setelah pemanggilan, panitia kreditur tidak memberikan pendapat tersebut (Pasal 83).
Kurator tidak terikat oleh pendapat panitia kreditur. Dalam hal Kurator tidak menyetujui pendapat panitia kreditur maka Kurator dalam waktu tiga hari wajib memberitahukan hal itu kepada panitia kreditur. Dalam hal panitia kreditur tidak menyetujui pendapat Kurator, panitia kreditur dalam waktu tiga hari setelah pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat meminta penetapan Hakim Pengawas. Dalam hal panitia kreditur meminta penetapan Hakim Pengawas maka Kurator wajib menangguhkan pelaksanaan perbuatan yang direncanakan selama tiga hari (Pasal 84).

7.    Pengurus
Pengurus hanya dikenal dalam proses tundaan pembayaraan, tetapi tidak dikenal dalam proses kepailitan. Yang dapat menjadi pengurus adalah:
a.    Perorangan atau persekutuan perdata yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus harta debitur; dan
b.    Telah terdaftar pada departemen kehakiman.
Dengan demikian, Balai Harta Peninggalan hanya boleh menjadi Kurator (disamping curator swasta), tetapi Balai Harta Peninggalan tersebut tidak bisa jadi pengurus.

Oleh: Liberta bintoro Ranggi wirasakti

0 komentar: