Selasa, 10 Mei 2011

Penjelasan PP No 6 tahun 2006

1. UMUM
1. Pendahuluan
Dalam rangka menjamin terlaksananya tertib administrasi dan tertib pengelolaan barang milik negara/daerah diperlukan adanya kesamaan persepsi dan langkah secara integral dan menyeluruh dari unsur-unsur yang terkait dalam pengelolaan barang milik negara/daerah.
Pengelolaan barang milik negara/daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini dilaksanakan dengan memperhatikan asas-asas sebagai berikut:
a. Asas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah di bidang pengelolaan, barang milik negara/daerah yang dilaksanakan oleh kuasa pengguna barang, pengguna barang, pengelola barang dan gubernur/bupati /walikota sesuai fungsi, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing;
b. Asas kepastian hukum, yaitu pengelolaan barang milik negara/daerah harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan;
c. Asas transparansi, yaitu penyelenggaraan pengelolaan barang milik negara/daerah harus transparan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar.
d. Asas efisiensi, yaitu pengelolaan barang milik negara/daerah diarahkan agar barang milik negara/daerah digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan secara optimal;
e. Asas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan pengelolaan barang milik negara/daerah harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat;
f. Asas kepastian nilai, yaitu pengelolaan barang milik negara/daerah harus didukung oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik negara/daerah serta penyusunan Neraca Pemerintah.

2. Gambaran Umum
a.Ruang Lingkup Barang Milik Negara/Daerah dan Pengelolaan
Ruang lingkup barang milik negara/daerah dalam Peraturan Pemerintah ini mengacu pada pengertian barang milik negara/daerah berdasarkan rumusan dalam Pasal 1 angka 10 dan angka 11 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Atas dasar pengertian tersebut lingkup barang milik negara/daerah disamping berasal dari pembelian atau perolehan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Daerah juga berasal dari perolehan lainnya yang sah, barang milik negara/daerah yang berasal dari perolehan lainnya yang sah selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini diperjelas lingkupnya yang meliputi barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan/sejenisnya, diperoleh sebagai pelaksanaan perjanjian /kontrak, diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang dan diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pengaturan mengenai lingkup barang milik negara/daerah dalam Peraturan Pemerintah ini dibatasi pada pengertian barang milik negara/daerah yang bersifat berwujud (tangible) sebagaimana dimaksud Bab VII Pasal 42 sampai dengan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Pengelolaan barang milik negara/daerah dalam Peraturan Pemerintah ini, meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Lingkup pengelolaan barang milik negara/daerah tersebut merupakan siklus logistik yang lebih terinci sebagai penjabaran dari siklus logistik sebagaimana yang diamanatkan dalam penjelasan Pasal 49 ayat (6) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, yang antara lain didasarkan pada pertimbangan perlunya penyesuaian terhadap siklus perbendaharaan.
b. Pejabat Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
Pada dasarnya barang milik negara/daerah digunakan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004. Terkait dengan hal tersebut, Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (1) UndangUndang Nomor 1 Tahun 2004 menetapkan bahwa menteri /pimpinan lembaga/ kepala satuan kerja perangkat daerah adalah pengguna barang bagi kementerian negara/lembaga /satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.
Sebagai konsekuensi dari prinsip tersebut di atas, maka tanah dan/atau bangunan milik negara/daerah yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan wajib diserahkan pemanfaatannya kepada Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 49 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004. Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota melakukan pemanfaatan atas tanah dan/atau bangunan tersebut untuk:
1) digunakan oleh instansi lain yang memerlukan tanah/bangunan dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsinya melalui pengalihan status penggunaan;
2) dimanfaatkan, dalam bentuk sewa, kerja sama pemanfaatan, pinjam pakai, bangun guna serah dan bangun serah guna; atau
3) dipindahtangankan, dalam bentuk penjualan, tukar menukar, hibah, penyertaan modal pemerintah pusat/daerah.
Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur pejabat yang melakukan pengelolaan barang milik negara/daerah. Dalam pengelolan barang milik negara, Menteri Keuangan adalah pengelola barang, menteri/pimpinan lembaga adalah pengguna barang, dan kepala kantor satuan kerja adalah kuasa pengguna barang. Sedangkan dalam pengelolaan barang milik daerah, gubernur/bupati/walikota adalah pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah, sekretaris daerah adalah pengelola barang, dan kepala satuan kerja perangkat daerah adalah pengguna barang.
Dasar pengaturan mengenai wewenang dan tanggung jawab pejabat pengelolaan barang milik negara/daerah adalah sebagai berikut:
1)Menteri Keuangan selaku pengelola barang mempunyai fungsi yang mengacu pada ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf q, Pasal 42 ayat (1), Pasal 46 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004. Berdasarkan ketentuan pada pasal-pasal tersebut, fungsi Menteri Keuangan selain menyangkut fungsi pengaturan (regelling) juga melakukan fungsi pengelolaan atas barang milik negara khususnya tanah dan/atau bangunan, termasuk mengambil berbagai keputusan administratif (beschikking). Dalam kedudukannya sebagai pengelola barang, dan dihubungkan dengan amanat Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, Menteri Keuangan juga berwenang mengajukan usul untuk memperoleh persetujuan DPR, baik dalam rangka pemindahtangan barang milik negara berupa tanah dan/ atau bangunan maupun pemindahtangan barang milik negara selain tanah dan/ atau bangunan yang nilainya di atas Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
2)Menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna barang mempunyai fungsi yang mengacu pada Pasal 9 huruf f Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 serta Pasal 4 huruf g dan huruf h, Pasal 42 ayat (2), dan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004. Fungsi menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna barang pada dasarnya menyangkut penggunaan barang milik negara yang ada dalam penguasaannya dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga. Dalam melaksanakan fungsi dimaksud, menteri/pimpinan Lembaga berwenang menunjuk kuasa pengguna barang.
3)Gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintah daerah mempunyai fungsinya mengacu pada Pasal 5 huruf c, Pasal 43 ayat (1), Pasal 47 ayat (2), dan Pasal 49 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004. Gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintah daerah merupakan pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah yang teknis pengelolaannya dilaksanakan oleh:
a)sekretaris daerah sebagai pengelola barang atas dasar pertimbangan bahwa kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku bendahara umum daerah, fungsinya mengacu pada Pasal 9 ayat (2) huruf q dan Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, berkedudukan dibawah sekretaris daerah;
b)kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pengguna barang, fungsinya mengacu pada Pasal 10 ayat (3) huruf f Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 serta Pasal 6 ayat (2) huruf f dan Pasal 43 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004.
c.Perencanaan Kebutuhan, Penganggaran, dan Pengadaan Barang Milik Negara/ Daerah
Perencanaan kebutuhan barang milik negara/daerah harus mampu menghubungkan antara ketersediaan barang sebagai hasil dari pengadaan yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar tindakan yang akan datang dalam rangka pencapaian efisiensi dan efektivitas pengelolaan barang milik negara/daerah. Hasil perencanaan kebutuhan tersebut merupakan salah satu dasar dalam penyusunan perencanaan anggaran pada kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah. Perencanaan anggaran yang mencerminkan kebutuhan riil barang milik negara/daerah pada kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah selanjutnya menentukan pencapaian tujuan pengadaan barang yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintah.
d.Penggunaan Barang Milik Negara/Daerah
Pada dasarnya barang milik negara/daerah digunakan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004. Oleh karena itu, sesuai Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 barang milik negara/daerah yang diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah tidak dapat dipindahtangankan. Dalam rangka menjamin tertib penggunaan, pengguna barang harus melaporkan kepada pengelola barang atas semua barang milik negara/daerah yang diperoleh kementerian /lembaga/satuan kerja perangkat daerah untuk ditetapkan status penggunaannya.
e.Penatausahaan Barang Milik Negara/Daerah
Penatausahaan barang milik negara/daerah meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan, barang milik negara/ daerah yang berada di bawah penguasaan pengguna barang/kuasa pengguna barang harus dibukukan melalui proses pencatatan dalam Daftar Barang Kuasa Pengguna oleh kuasa pengguna barang, Daftar Barang Pengguna oleh pengguna barang dan Daftar Barang Milik Negara/ Daerah oleh pengelola barang. Proses inventarisasi, baik berupa pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan barang milik negara/daerah merupakan bagian dari penatausahaan. Hasil dari proses pembukuan dan inventarisasi diperlukan dalam melaksanakan proses pelaporan barang milik negara/ daerah yang dilakukan oleh kuasa pengguna barang, pengguna barang, dan pengelola barang.
Hasil penatausahaan barang milik negara/daerah digunakan dalam rangka:
- penyusunan neraca pemerintah pusat/daerah setiap tahun;
- perencanaan kebutuhan pengadaan dan pemeliharaan barang milik negara/ daerah setiap tahun untuk digunakan sebagai bahan penyusunan rencana anggaran ;
- pengamanan administratif terhadap barang milik negara/daerah.
f.Pengamanan dan Pemeliharaan Barang Milik Negara/Daerah Pengamanan administrasi yang ditunjang oleh pengamanan fisik dan pengamanan hukum atas barang milik negara/daerah merupakan bagian penting dari pengelolaan barang milik negara/daerah. Kuasa pengguna barang, pengguna barang dan pengelola barang memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam menjamin keamanan barang milik negara/daerah yang berada di bawah penguasaannya dalam rangka menjamin pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pemerintah.
g.Penilaian Barang Milik Negara/Daerah
Penilaian barang milik negara/daerah diperlukan dalam rangka mendapatkan nilai wajar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Nilai wajar atas barang milik negara/daerah yang diperoleh dari penilaian ini merupakan unsur penting dalam rangka penyusunan neraca pemerintah, pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik negara/daerah.
h.Pemanfaatan dan Pemindahtanganan
Barang milik negara/daerah dapat dimanfaatkan atau dipindahtangankan apabila tidak digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah. Dalam konteks pemanfaatan tidak terjadi adanya peralihan kepemilikan dari pemerintah kepada pihak lain. Sedangkan dalam konteks pemindahtanganan akan terjadi peralihan kepemilikan atas barang milik negara/daerah dari pemerintah kepada pihak lain.
Tanah dan/atau bangunan yang tidak dipergunakan sesuai tugas pokok dan fungsi instansi pengguna barang harus diserahkan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola barang untuk barang milik negara, atau gubernur/bupati/walikota selaku pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah untuk barang milik daerah. Penyerahan kembali barang milik negara/daerah tersebut dilakukan dengan memperhatikan kondisi status tanah dan/atau bangunan, apakah telah bersertifikat (baik dalam kondisi bermasalah maupun tidak bermasalah) atau tidak bersertifikat (baik dalam kondisi bermasalah maupun tidak bermasalah). Barang milik negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan tersebut selanjutnya didayagunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan negara, yang meliputi fungsi-fungsi berikut:
1)Fungsi pelayanan
Fungsi ini direalisasikan melalui pengalihan status penggunaan, di mana barang milik negara/daerah dialihkan penggunaannya kepada instansi pemerintah lainnya untuk digunakan dalam rangka memenuhi kebutuhan organisasi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
2)Fungsi budgeter
Fungsi ini direalisasikan melalui pemanfaatan dan pemindahtanganan. Pemanfaatan dimaksud dilakukan dalam bentuk sewa, kerjasama pemanfaatan, pinjam pakai, bangun guna serah dan bangun serah guna. Sedangkan pemindahtanganan dilakukan dalam bentuk penjualan, tukar menukar, hibah, dan penyertaan modal negara/daerah.
Kewenangan pelaksanaan pemanfaatan atau pemindahtanganan tanah dan atau bangunan pada barang milik negara prinsipnya dilakukan oleh pengelola barang, dan untuk barang milik daerah dilakukan oleh gubernur/bupati/walikota, kecuali hal-hal sebagai berikut:
1)Pemanfaatan tanah dan/atau bangunan untuk memperoleh fasilitas yang diperlukan dalam rangka menunjang tugas pokok dan fungsi instansi pengguna dan berada di dalam lingkungan instansi pengguna, contohnya : kantin, bank dan koperasi.
2)Pemindahtanganan dalam bentuk tukar-menukar berupa tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan untuk tugas pokok dan fungsi namun tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota.
3)Pemindahtanganan dalam bentuk penyertaan modal pemerintah pusat/daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang sejak awal pengadaannya sesuai dokumen penganggaran diperuntukkan bagi badan usaha milik negara/daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara.
Pengecualian tersebut, untuk barang milik negara dilakukan oleh pengguna barang dengan persetujuan pengelola barang, sedangkan untuk barang milik daerah dilakukan oleh pengelola barang dengan persetujuan gubernur /bupati/walikota.

Dipos Liberta bintoro Ranggi Wirasakti

1. UMUM
1. Pendahuluan
Dalam rangka menjamin terlaksananya tertib administrasi dan tertib pengelolaan barang milik negara/daerah diperlukan adanya kesamaan persepsi dan langkah secara integral dan menyeluruh dari unsur-unsur yang terkait dalam pengelolaan barang milik negara/daerah.
Pengelolaan barang milik negara/daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini dilaksanakan dengan memperhatikan asas-asas sebagai berikut:
a. Asas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah di bidang pengelolaan, barang milik negara/daerah yang dilaksanakan oleh kuasa pengguna barang, pengguna barang, pengelola barang dan gubernur/bupati /walikota sesuai fungsi, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing;
b. Asas kepastian hukum, yaitu pengelolaan barang milik negara/daerah harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan;
c. Asas transparansi, yaitu penyelenggaraan pengelolaan barang milik negara/daerah harus transparan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar.
d. Asas efisiensi, yaitu pengelolaan barang milik negara/daerah diarahkan agar barang milik negara/daerah digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan secara optimal;
e. Asas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan pengelolaan barang milik negara/daerah harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat;
f. Asas kepastian nilai, yaitu pengelolaan barang milik negara/daerah harus didukung oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik negara/daerah serta penyusunan Neraca Pemerintah.

2. Gambaran Umum
a.Ruang Lingkup Barang Milik Negara/Daerah dan Pengelolaan
Ruang lingkup barang milik negara/daerah dalam Peraturan Pemerintah ini mengacu pada pengertian barang milik negara/daerah berdasarkan rumusan dalam Pasal 1 angka 10 dan angka 11 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Atas dasar pengertian tersebut lingkup barang milik negara/daerah disamping berasal dari pembelian atau perolehan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Daerah juga berasal dari perolehan lainnya yang sah, barang milik negara/daerah yang berasal dari perolehan lainnya yang sah selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini diperjelas lingkupnya yang meliputi barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan/sejenisnya, diperoleh sebagai pelaksanaan perjanjian /kontrak, diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang dan diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pengaturan mengenai lingkup barang milik negara/daerah dalam Peraturan Pemerintah ini dibatasi pada pengertian barang milik negara/daerah yang bersifat berwujud (tangible) sebagaimana dimaksud Bab VII Pasal 42 sampai dengan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Pengelolaan barang milik negara/daerah dalam Peraturan Pemerintah ini, meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Lingkup pengelolaan barang milik negara/daerah tersebut merupakan siklus logistik yang lebih terinci sebagai penjabaran dari siklus logistik sebagaimana yang diamanatkan dalam penjelasan Pasal 49 ayat (6) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, yang antara lain didasarkan pada pertimbangan perlunya penyesuaian terhadap siklus perbendaharaan.
b. Pejabat Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
Pada dasarnya barang milik negara/daerah digunakan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004. Terkait dengan hal tersebut, Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (1) UndangUndang Nomor 1 Tahun 2004 menetapkan bahwa menteri /pimpinan lembaga/ kepala satuan kerja perangkat daerah adalah pengguna barang bagi kementerian negara/lembaga /satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.
Sebagai konsekuensi dari prinsip tersebut di atas, maka tanah dan/atau bangunan milik negara/daerah yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan wajib diserahkan pemanfaatannya kepada Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 49 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004. Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota melakukan pemanfaatan atas tanah dan/atau bangunan tersebut untuk:
1) digunakan oleh instansi lain yang memerlukan tanah/bangunan dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsinya melalui pengalihan status penggunaan;
2) dimanfaatkan, dalam bentuk sewa, kerja sama pemanfaatan, pinjam pakai, bangun guna serah dan bangun serah guna; atau
3) dipindahtangankan, dalam bentuk penjualan, tukar menukar, hibah, penyertaan modal pemerintah pusat/daerah.
Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur pejabat yang melakukan pengelolaan barang milik negara/daerah. Dalam pengelolan barang milik negara, Menteri Keuangan adalah pengelola barang, menteri/pimpinan lembaga adalah pengguna barang, dan kepala kantor satuan kerja adalah kuasa pengguna barang. Sedangkan dalam pengelolaan barang milik daerah, gubernur/bupati/walikota adalah pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah, sekretaris daerah adalah pengelola barang, dan kepala satuan kerja perangkat daerah adalah pengguna barang.
Dasar pengaturan mengenai wewenang dan tanggung jawab pejabat pengelolaan barang milik negara/daerah adalah sebagai berikut:
1)Menteri Keuangan selaku pengelola barang mempunyai fungsi yang mengacu pada ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf q, Pasal 42 ayat (1), Pasal 46 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004. Berdasarkan ketentuan pada pasal-pasal tersebut, fungsi Menteri Keuangan selain menyangkut fungsi pengaturan (regelling) juga melakukan fungsi pengelolaan atas barang milik negara khususnya tanah dan/atau bangunan, termasuk mengambil berbagai keputusan administratif (beschikking). Dalam kedudukannya sebagai pengelola barang, dan dihubungkan dengan amanat Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, Menteri Keuangan juga berwenang mengajukan usul untuk memperoleh persetujuan DPR, baik dalam rangka pemindahtangan barang milik negara berupa tanah dan/ atau bangunan maupun pemindahtangan barang milik negara selain tanah dan/ atau bangunan yang nilainya di atas Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
2)Menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna barang mempunyai fungsi yang mengacu pada Pasal 9 huruf f Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 serta Pasal 4 huruf g dan huruf h, Pasal 42 ayat (2), dan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004. Fungsi menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna barang pada dasarnya menyangkut penggunaan barang milik negara yang ada dalam penguasaannya dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga. Dalam melaksanakan fungsi dimaksud, menteri/pimpinan Lembaga berwenang menunjuk kuasa pengguna barang.
3)Gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintah daerah mempunyai fungsinya mengacu pada Pasal 5 huruf c, Pasal 43 ayat (1), Pasal 47 ayat (2), dan Pasal 49 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004. Gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintah daerah merupakan pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah yang teknis pengelolaannya dilaksanakan oleh:
a)sekretaris daerah sebagai pengelola barang atas dasar pertimbangan bahwa kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku bendahara umum daerah, fungsinya mengacu pada Pasal 9 ayat (2) huruf q dan Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, berkedudukan dibawah sekretaris daerah;
b)kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pengguna barang, fungsinya mengacu pada Pasal 10 ayat (3) huruf f Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 serta Pasal 6 ayat (2) huruf f dan Pasal 43 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004.
c.Perencanaan Kebutuhan, Penganggaran, dan Pengadaan Barang Milik Negara/ Daerah
Perencanaan kebutuhan barang milik negara/daerah harus mampu menghubungkan antara ketersediaan barang sebagai hasil dari pengadaan yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar tindakan yang akan datang dalam rangka pencapaian efisiensi dan efektivitas pengelolaan barang milik negara/daerah. Hasil perencanaan kebutuhan tersebut merupakan salah satu dasar dalam penyusunan perencanaan anggaran pada kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah. Perencanaan anggaran yang mencerminkan kebutuhan riil barang milik negara/daerah pada kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah selanjutnya menentukan pencapaian tujuan pengadaan barang yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintah.
d.Penggunaan Barang Milik Negara/Daerah
Pada dasarnya barang milik negara/daerah digunakan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004. Oleh karena itu, sesuai Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 barang milik negara/daerah yang diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah tidak dapat dipindahtangankan. Dalam rangka menjamin tertib penggunaan, pengguna barang harus melaporkan kepada pengelola barang atas semua barang milik negara/daerah yang diperoleh kementerian /lembaga/satuan kerja perangkat daerah untuk ditetapkan status penggunaannya.
e.Penatausahaan Barang Milik Negara/Daerah
Penatausahaan barang milik negara/daerah meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan, barang milik negara/ daerah yang berada di bawah penguasaan pengguna barang/kuasa pengguna barang harus dibukukan melalui proses pencatatan dalam Daftar Barang Kuasa Pengguna oleh kuasa pengguna barang, Daftar Barang Pengguna oleh pengguna barang dan Daftar Barang Milik Negara/ Daerah oleh pengelola barang. Proses inventarisasi, baik berupa pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan barang milik negara/daerah merupakan bagian dari penatausahaan. Hasil dari proses pembukuan dan inventarisasi diperlukan dalam melaksanakan proses pelaporan barang milik negara/ daerah yang dilakukan oleh kuasa pengguna barang, pengguna barang, dan pengelola barang.
Hasil penatausahaan barang milik negara/daerah digunakan dalam rangka:
- penyusunan neraca pemerintah pusat/daerah setiap tahun;
- perencanaan kebutuhan pengadaan dan pemeliharaan barang milik negara/ daerah setiap tahun untuk digunakan sebagai bahan penyusunan rencana anggaran ;
- pengamanan administratif terhadap barang milik negara/daerah.
f.Pengamanan dan Pemeliharaan Barang Milik Negara/Daerah Pengamanan administrasi yang ditunjang oleh pengamanan fisik dan pengamanan hukum atas barang milik negara/daerah merupakan bagian penting dari pengelolaan barang milik negara/daerah. Kuasa pengguna barang, pengguna barang dan pengelola barang memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam menjamin keamanan barang milik negara/daerah yang berada di bawah penguasaannya dalam rangka menjamin pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pemerintah.
g.Penilaian Barang Milik Negara/Daerah
Penilaian barang milik negara/daerah diperlukan dalam rangka mendapatkan nilai wajar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Nilai wajar atas barang milik negara/daerah yang diperoleh dari penilaian ini merupakan unsur penting dalam rangka penyusunan neraca pemerintah, pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik negara/daerah.
h.Pemanfaatan dan Pemindahtanganan
Barang milik negara/daerah dapat dimanfaatkan atau dipindahtangankan apabila tidak digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah. Dalam konteks pemanfaatan tidak terjadi adanya peralihan kepemilikan dari pemerintah kepada pihak lain. Sedangkan dalam konteks pemindahtanganan akan terjadi peralihan kepemilikan atas barang milik negara/daerah dari pemerintah kepada pihak lain.
Tanah dan/atau bangunan yang tidak dipergunakan sesuai tugas pokok dan fungsi instansi pengguna barang harus diserahkan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola barang untuk barang milik negara, atau gubernur/bupati/walikota selaku pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah untuk barang milik daerah. Penyerahan kembali barang milik negara/daerah tersebut dilakukan dengan memperhatikan kondisi status tanah dan/atau bangunan, apakah telah bersertifikat (baik dalam kondisi bermasalah maupun tidak bermasalah) atau tidak bersertifikat (baik dalam kondisi bermasalah maupun tidak bermasalah). Barang milik negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan tersebut selanjutnya didayagunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan negara, yang meliputi fungsi-fungsi berikut:
1)Fungsi pelayanan
Fungsi ini direalisasikan melalui pengalihan status penggunaan, di mana barang milik negara/daerah dialihkan penggunaannya kepada instansi pemerintah lainnya untuk digunakan dalam rangka memenuhi kebutuhan organisasi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
2)Fungsi budgeter
Fungsi ini direalisasikan melalui pemanfaatan dan pemindahtanganan. Pemanfaatan dimaksud dilakukan dalam bentuk sewa, kerjasama pemanfaatan, pinjam pakai, bangun guna serah dan bangun serah guna. Sedangkan pemindahtanganan dilakukan dalam bentuk penjualan, tukar menukar, hibah, dan penyertaan modal negara/daerah.
Kewenangan pelaksanaan pemanfaatan atau pemindahtanganan tanah dan atau bangunan pada barang milik negara prinsipnya dilakukan oleh pengelola barang, dan untuk barang milik daerah dilakukan oleh gubernur/bupati/walikota, kecuali hal-hal sebagai berikut:
1)Pemanfaatan tanah dan/atau bangunan untuk memperoleh fasilitas yang diperlukan dalam rangka menunjang tugas pokok dan fungsi instansi pengguna dan berada di dalam lingkungan instansi pengguna, contohnya : kantin, bank dan koperasi.
2)Pemindahtanganan dalam bentuk tukar-menukar berupa tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan untuk tugas pokok dan fungsi namun tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota.
3)Pemindahtanganan dalam bentuk penyertaan modal pemerintah pusat/daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang sejak awal pengadaannya sesuai dokumen penganggaran diperuntukkan bagi badan usaha milik negara/daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara.
Pengecualian tersebut, untuk barang milik negara dilakukan oleh pengguna barang dengan persetujuan pengelola barang, sedangkan untuk barang milik daerah dilakukan oleh pengelola barang dengan persetujuan gubernur /bupati/walikota.

Dipos Liberta bintoro Ranggi Wirasakti

0 komentar: