Selasa, 25 Desember 2012

ANALISIS SISTEMATIKA TEKNIK PENYUSUNAN PERUNDANG-UNDANGAN UU N0. 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG BERDASARKAN KETENTUAN DALAM UU NO. 12 TAHUN 2011

ANALISIS

Penulis akan menganalisis mengenai sistematika teknik penyusunan peraturan perundang-undangan UU N0. 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG berdasarkan Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undang yang tercantum dalam lampiran II. Penulis sengaja menebalkan contoh dari pemenuhan unsur-unsur dalam sistematika ini agar mudah dikenali. Adapun tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut:



A. JUDUL

Judul dalam UU N0. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang telah memenuhi ketentuan dari UU N0. 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu sebagai berikut:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 30 TAHUN 2000

TENTANG

RAHASIA DAGANG

1. Judul Peraturan Perundang–undangan memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun pengundangan atau penetapan, dan nama Peraturan Perundang–undangan. Adapun jenisnya adalah Undang-undang, bernomor 30, tahun pengundangan dan penetapan adalah tahun 2000, sedangkan nama peraturannya adalah Rahasia Dagang, unsur ini telah terpenuhi.

2. Nama Peraturan Perundang–undangan dibuat secara singkat dengan menggunakan 2 kata yaitu Rahasia Dagang tetapi secara esensial maknanya telah dan mencerminkan isi Peraturan Perundang–undangan, unusr ini telah terpenuhi.

3. Judul Peraturan Perundang-undangan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah marjin tanpa diakhiri tanda baca, unsur ini telah terpenuhi.

4. Tidak adanya penambahan singkatan atau akronim dalam judul peraturan perundang-undangan, unsur ini telah terpenuhi.


B. PEMBUKAAN

Pembukaan Peraturan Perundang–undangan terdiri atas:

a. Frasa Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa

Dalam UU N0. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang terdapat frasa DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA yang ditulis dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah marjin, jadi ketentuan adanya frasa dalam pembukaan UU telah terpenuhi.

b. Jabatan pembentuk Peraturan Perundang-undangan

Dalam UU N0. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang terdapat jabatan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA yang ditulis dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah marjin dan diakhiri dengan tanda baca koma, jadi ketentuan adanya jabatan dalam pembukaan UU telah terpenuhi.

c. Konsiderans

Dalam UU N0. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang dalam konsideransnya sudah terpenuhi dilihat dari;

(1) Konsiderans diawali dengan kata Menimbang.

(2) Konsiderans memuat uraian singkat mengenai pokok pikiran yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukan Peraturan Perundang–undangan.

(3) Pokok pikiran pada konsiderans Undang–Undang, memuat unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukannya yang penulisannya ditempatkan secara berurutan dari filosofis, sosiologis, dan yuridis.

- Unsur filosofis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam UU N0. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang disebutkan sebagai berikut :

Ø Bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing dalam lingkup perdagangan nasional dan internasional perlu diciptakan iklim yang mendorong kreasi dan inovasi masyarakat dengan memberikan perlindungan hukum terhadap Rahasia Dagang sebagai bagian dari sistem Hak Kekayaan Intelektual;

- Unsur sosiologis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Dalam disebutkan sebagai berikut :

Ø Bahwa bahwa Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup Agreement an Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;

- Unsur yuridis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Dalam UU N0. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang disebutkan sebagai berikut :

Ø Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undang-undang tentang Rahasia Dagang;

(4) Jika konsiderans memuat lebih dari satu pertimbangan, rumusan butir pertimbangan terakhir berbunyi sebagai berikut:

Contoh 1: Konsiderans Undang-Undang

Menimbang: a. bahwa…;

b. bahwa ...;

c. bahwa …;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang ...;

d. Dasar Hukum

(1) Dasar hukum diawali dengan kata Mengingat.

(2) Dasar hukum memuat:

a) Dasar kewenangan pembentukan Peraturan Perundang-undangan

b) Peraturan Perundang-undangan yang memerintahkan pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

(3) Dasar hukum pembentukan Undang-Undang yang berasal dari Presiden adalah Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(4) Dasar hukum yang diambil dari pasal atau beberapa pasal dalam Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditulis dengan menyebutkan pasal atau beberapa pasal. Frasa Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditulis sesudah penyebutan pasal terakhir dan kedua huruf u ditulis dengan huruf kapital. Dalam UU N0. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang tercantum sebagai berikut:

Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Jadi dasar hukum dalam UU N0. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang telah memenuhi ketentuan sistematika teknik penyusunan peraturan perundang-undangan

e. Diktum

(1) Diktum terdiri atas:

a) kata Memutuskan;

b) kata Menetapkan; dan

c) jenis dan nama Peraturan Perundang-undangan.

(2) Kata Memutuskan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital tanpa spasi di antara suku kata dan diakhiri dengan tanda baca titik dua serta diletakkan di tengah marjin.

(3) Pada Undang-Undang, sebelum kata Memutuskan dicantumkan Frasa Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA yang diletakkan di tengah marjin.

(4) Kata Menetapkan dicantumkan sesudah kata Memutuskan yang disejajarkan ke bawah dengan kata Menimbang dan Mengingat. Huruf awal kata Menetapkan ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik dua.

(5) Jenis dan nama yang tercantum dalam judul Peraturan Perundangundangan dicantumkan lagi setelah kata Menetapkan tanpa frasa Republik Indonesia, serta ditulis seluruhnya dengan huruf capital dan diakhiri dengan tanda baca titik.

Dalam UU N0. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang ditulis sebagai berikut:

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

MENETAPKAN: UNDANG-UNDANG TENTANG RAHASIA DAGANG.

Berdasarkan ketentuan diatas maka diktum dari UU N0. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang telah terpenuhi.



C. BATANG TUBUH

I. Batang tubuh Peraturan Perundang-undangan memuat semua materi muatan Peraturan Perundang-undangan yang dirumuskan dalam pasal atau beberapa pasal.

II. Substansi yang berupa sanksi administratif atau sanksi keperdataan atas pelanggaran norma tersebut dirumuskan menjadi satu bagian (pasal) dengan norma yang memberikan sanksi administratif atau sanksi keperdataan.

III. Jika norma yang memberikan sanksi administratif atau keperdataan terdapat lebih dari satu pasal, sanksi administratif atau sanksi keperdataan dirumuskan dalam pasal terakhir dari bagian (pasal) tersebut. Dengan demikian tidak merumuskan ketentuan sanksi yang sekaligus memuat sanksi pidana, sanksi perdata, dan sanksi administratif dalam satu bab.

IV. Pengelompokkan materi muatan Peraturan Perundang-undangan dapat disusun secara sistematis dalam buku, bab, bagian, dan paragraf.

V. Bab diberi nomor urut dengan angka Romawi dan judul bab yang seluruhnya ditulis dengan huruf kapital.

Adapun contohnya dalam UU N0. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang adalah sebagai berikut:

BAB I

KETENTUAN UMUM

Dari contoh salah satu Bab yang ada dalam UU tersebut, maka unsur ini terpenuhi.

VI. Bagian diberi nomor urut dengan bilangan tingkat yang ditulis dengan huruf dan diberi judul. Huruf awal kata bagian, urutan bilangan, dan setiap kata pada judul bagian ditulis dengan huruf kapital, kecuali huruf awal partikel yang tidak terletak pada awal frasa.

Adapun contohnya dalam UU N0. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang adalah sebagai berikut:

Bagian Kedua

Lisensi

Dari contoh salah satu unsur Bagian yang ada dalam UU tersebut, maka unsur ini terpenuhi.

VII. Paragraf diberi nomor urut dengan angka Arab dan diberi judul. Huruf awal dari kata paragraf dan setiap kata pada judul paragraf ditulis dengan huruf kapital, kecuali huruf awal partikel yang tidak terletak pada awal frasa.

Dalam UU N0. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang pembagiannya materi muatan tidak sampai unsur paragraf.

VIII. Pasal diberi nomor urut dengan angka Arab dan huruf awal kata pasal ditulis dengan huruf kapital. Huruf awal kata pasal yang digunakan sebagai acuan ditulis dengan huruf kapital.

IX. Mengenai Ayat:

i. Pasal dapat dirinci ke dalam beberapa ayat.

ii. Ayat diberi nomor urut dengan angka Arab diantara tanda baca kurung tanpa diakhiri tanda baca titik.

iii. Satu ayat hendaknya hanya memuat satu norma yang dirumuskan dalam satu kalimat utuh.

iv. Huruf awal kata ayat yang digunakan sebagai acuan ditulis dengan huruf kecil.

v. Jika satu pasal atau ayat memuat rincian unsur, selain dirumuskan dalam bentuk kalimat dengan rincian, juga dapat dirumuskan dalam bentuk tabulasi.

vi. Penulisan bilangan dalam pasal atau ayat selain menggunakan angka Arab diikuti dengan kata atau frasa yang ditulis diantara tanda baca kurung.

Adapun contohnya dalam UU N0. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang adalah sebagai berikut:

Pasal 5

(1) Hak Rahasia Dagang dapat beralih atau dialihkan dengan:

a. pewarisan;

b. hibah;

c. wasiat;

d. perjanjian tertulis; atau

e. sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

Dari contoh salah satu unsur Ayat i-vi yang ada dalam UU tersebut, maka unsur ini terpenuhi.

vii. Jika merumuskan pasal atau ayat dengan bentuk tabulasi, memperhatikan ketentuan sebagai berikut:

a. setiap rincian harus dapat dibaca sebagai satu rangkaian kesatuan dengan frasa pembuka;

b. setiap rincian menggunakan huruf abjad kecil dan diberi tanda baca titik;

c. setiap frasa dalam rincian diawali dengan huruf kecil;

d. setiap rincian diakhiri dengan tanda baca titik koma;

e. jika suatu rincian dibagi lagi ke dalam unsur yang lebih kecil, unsur tersebut dituliskan masuk ke dalam;

f. di belakang rincian yang masih mempunyai rincian lebih lanjut diberi tanda baca titik dua;

g. pembagian rincian (dengan urutan makin kecil) ditulis dengan huruf abjad kecil yang diikuti dengan tanda baca titik; angka Arab diikuti dengan tanda baca titik; abjad kecil dengan tanda baca kurung tutup; angka Arab dengan tanda baca kurung tutup; dan

h. pembagian rincian tidak melebihi 4 (empat) tingkat. Jika rincian melebihi 4 (empat) tingkat, pasal yang bersangkutan dibagi ke dalam pasal atau ayat lain.

viii. Jika unsur atau rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian kumulatif, ditambahkan kata dan yang diletakkan di belakang rincian kedua dari rincian terakhir.

ix. Jika rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian alternatif ditambahkan kata atau yang di letakkan di belakang rincian kedua dari rincian terakhir.

x. Jika rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian kumulatif dan alternatif, ditambahkan kata dan/atau yang diletakkan di belakang rincian kedua dari rincian terakhir.

xi. Kata dan, atau, dan/atau tidak perlu diulangi pada akhir setiap unsur atau rincian. Tiap rincian ditandai dengan huruf a, huruf b, dan seterusnya:

- Jika suatu rincian memerlukan rincian lebih lanjut, rincian itu ditandai dengan angka Arab 1, 2, dan seterusnya.

- Jika suatu rincian lebih lanjut memerlukan rincian yang mendetail, rincian itu ditandai dengan huruf a), b), dan seterusnya.

- Jika suatu rincian lebih lanjut memerlukan rincian yang mendetail, rincian itu ditandai dengan angka 1), 2), dan seterusnya.

Dalam UU N0. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang rincian tabulasi yang terbanyak hanya sampai tahap huruf a, huruf b, dan seterusnya. Adapun contohnya adalah sebagai berikut:

Pasal 4

Pemilik Rahasia Dagang memiliki hak untuk:

a. menggunakan sendiri Rahasia Dagang yang dimilikinya;

b. memberikan Lisensi kepada atau melarang pihak lain untuk menggunakan Rahasia Dagangatau mengungkapkan Rahasia Dagang itu kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang bersifat komersial.

Dari contoh salah satu unsur Ayat tabulasi vii-xi yang ada dalam UU tersebut, maka unsur ini terpenuhi.



X. Pada umumnya materi muatan dalam batang tubuh dikelompokkan ke dalam:

a) ketentuan umum;

b) materi pokok yang diatur;

c) ketentuan pidana (jika diperlukan);

d) ketentuan peralihan (jika diperlukan); dan

e) ketentuan penutup.

1. Ketentuan Umum

a. Ketentuan umum diletakkan dalam bab satu. Jika dalam Peraturan Perundang-undangan tidak dilakukan pengelompokan bab, ketentuan umum diletakkan dalam pasal atau beberapa pasal awal.

b. Ketentuan umum berisi:

(a) batasan pengertian atau definisi;

Ø contoh batasan pengertian dalam UU N0. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang:

3. Menteri adalah menteri yang membawakan Departemen yang salah satu lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk Rahasia Dagang.

4. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah Departemen yang dipimpin oleh Menteri.

Ø contoh definisi dalam UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang:

5. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang Hak Rahasia Dagang kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemeberian hak( bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu Rahasia Dagang yang diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu.

(b) singkatan atau akronim yang dituangkan dalam batasan pengertian atau definisi; dan/atau

(c) hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal atau beberapa pasal berikutnya antara lain ketentuan yang mencerminkan asas, maksud, dan tujuan tanpa dirumuskan tersendiri dalam pasal atau bab.

c. Frasa pembuka dalam ketentuan umum undang-undang berbunyi:

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

Maka dalam UU N0. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang unsur ini telah terpenuhi.

d. Frasa pembuka dalam ketentuan umum peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang disesuaikan dengan jenis peraturannya.

e. Jika ketentuan umum memuat batasan pengertian atau definisi, singkatan atau akronim lebih dari satu, maka masing-masing uraiannya diberi nomor urut dengan angka Arab dan diawali dengan huruf kapital serta diakhiri dengan tanda baca titik.

f. Kata atau istilah yang dimuat dalam ketentuan umum hanyalah kata atau istilah yang digunakan berulang-ulang di dalam pasal atau beberapa pasal selanjutnya.

g. Penulisan huruf awal tiap kata atau istilah yang sudah didefinisikan atau diberi batasan pengertian dalam ketentuan umum ditulis dengan huruf kapital baik digunakan dalam norma yang diatur, penjelasan maupun dalam lampiran.

h. Urutan penempatan kata atau istilah dalam ketentuan umum mengikuti ketentuan sebagai berikut:

(1) pengertian yang mengatur tentang lingkup umum ditempatkan lebih dahulu dari yang berlingkup khusus;

(2) pengertian yang terdapat lebih dahulu di dalam materi pokok yang diatur ditempatkan dalam urutan yang lebih dahulu; dan

(3) pengertian yang mempunyai kaitan dengan pengertian di atasnya diletakkan berdekatan secara berurutan.

Adapun contohnya dalam UU N0. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang adalah sebagai berikut:

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.

2. Hak Rahasia Dagang adalah hak atas rahasia dagang yang timbul berdasarkan Undang undang ini.

3. Menteri adalah Menteri yang membawahkan Departemen yang salah satu lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk Rahasia Dagang.

4. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah Departemen yang dipimpin oleh Menteri.

5. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang Hak Rahasia Dagang kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu Rahasia Dagang yang diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu.

Ketentuan umum dalam UU N0. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang telah memenuhi unsur-unsur seperti yang telah diuraikan diatas yaitu terdiri dari Pasal 1 yang memuat 39 definisi dan Pasal 2.





2. Materi Pokok yang Diatur

a. Materi pokok yang diatur ditempatkan langsung setelah bab ketentuan umum, dan jika tidak ada pengelompokkan bab, materi pokok yang diatur diletakkan setelah pasal atau beberapa pasal ketentuan umum.

b. Pembagian materi pokok ke dalam kelompok yang lebih kecil dilakukan menurut kriteria yang dijadikan dasar pembagian.

Pembagian dalam UU N0. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang berdasarkan urutan/kronologis yaitu dapat dilihat dari pembagian BAB nya dimulai dari ketentuan umum, Lingkup Rahasia Dagang, Hak Pemilik Rahasia Dagang, Pengalihan Hak dan Lisensi, Biaya, Penyelesaian Sengketa, Pelanggaran Rahasia Dagang, Penyidikan, Ketentuan Pidana, Ketentuan Lain Lain, Ketentuan Penutup..



Dalam UU N0. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang materi pokok dimulai dari BAB II sampai BAB X jadi unsur dalam ketentuan pokok telah terpenuhi.

3. Ketentuan Pidana

a. Ketentuan pidana memuat rumusan yang menyatakan penjatuhan pidana atas pelanggaran terhadap ketentuan yang berisi norma larangan atau norma perintah.

b. Dalam merumuskan ketentuan pidana perlu diperhatikan asas-asas umum ketentuan pidana yang terdapat dalam Buku Kesatu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, karena ketentuan dalam Buku Kesatu berlaku juga bagi perbuatan yang dapat dipidana menurut peraturan perundang-undangan lain, kecuali jika oleh Undang-Undang ditentukan lain (Pasal 103 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).

c. Dalam menentukan lamanya pidana atau banyaknya denda perlu dipertimbangkan mengenai dampak yang ditimbulkan oleh tindak pidana dalam masyarakat serta unsur kesalahan pelaku.

d. Ketentuan pidana ditempatkan dalam bab tersendiri, yaitu bab ketentuan pidana yang letaknya sesudah materi pokok yang diatur atau sebelum bab ketentuan peralihan. Jika bab ketentuan peralihan tidak ada, letaknya adalah sebelum bab ketentuan penutup.

e. Rumusan ketentuan pidana harus menyebutkan secara tegas norma larangan atau norma perintah yang dilanggar dan menyebutkan pasal atau beberapa pasal yang memuat norma tersebut.

f. Jika ketentuan pidana berlaku bagi siapapun, subyek dari ketentuan pidana dirumuskan dengan frasa setiap orang.

Contoh dari UU N0. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang:

Pasal 17

(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Rahasia Dagang pihak lain atau melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 atau Pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

g. Jika ketentuan pidana hanya berlaku bagi subyek tertentu, subyek itu dirumuskan secara tegas, misalnya, orang asing, pegawai negeri, saksi.

h. Sehubungan adanya pembedaan antara tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, rumusan ketentuan pidana harus menyatakan secara tegas kualifikasi dari perbuatan yang diancam dengan pidana itu sebagai pelanggaran atau kejahatan.

i. Rumusan ketentuan pidana harus menyatakan secara tegas kualifikasi pidana yang dijatuhkan bersifat kumulatif, alternatif, atau kumulatif alternatif.

j. Tindak pidana dapat dilakukan oleh orang-perorangan atau oleh korporasi. Pidana terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi dijatuhkan kepada:

- badan hukum antara lain perseroan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi; dan/atau

- pemberi perintah untuk melakukan tindak pidana atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam melakukan tindak pidana.

Contoh:



4. Ketentuan Peralihan

a. Ketentuan Peralihan dimuat dalam Bab Ketentuan Peralihan dan ditempatkan di antara Bab Ketentuan Pidana dan Bab Ketentuan Penutup. Jika dalam Peraturan Perundang-undangan tidak diadakan pengelompokan bab, pasal atau beberapa pasal yang memuat Ketentuan Peralihan ditempatkan sebelum pasal atau beberapa pasal yang memuat ketentuan penutup.

b. Di dalam Peraturan Perundang-undangan yang baru, dapat dimuat ketentuan mengenai penyimpangan sementara atau penundaan sementara bagi tindakan hukum atau hubungan hukum tertentu.

c. Jika suatu Peraturan Perundang-undangan diberlakukan surut, Peraturan Perundang-undangan tersebut hendaknya memuat ketentuan mengenai status dari tindakan hukum yang terjadi, atau hubungan hukum yang ada di dalam tenggang waktu antara tanggal mulai berlaku surut dan tanggal mulai berlaku pengundangannya.

5. Ketentuan Penutup

a. Ketentuan Penutup ditempatkan dalam bab terakhir. Jika tidak diadakan pengelompokan bab, Ketentuan Penutup ditempatkan dalam pasal atau beberapa pasal terakhir.

b. Pada umumnya Ketentuan Penutup memuat ketentuan mengenai:

(1) penunjukan organ atau alat kelengkapan yang melaksanakan Peraturan Perundang-undangan;

(2) nama singkat Peraturan Perundang-undangan;

(3) status Peraturan Perundang-undangan yang sudah ada; dan

(4) saat mulai berlaku Peraturan Perundang-undangan.

c. Untuk mencabut Peraturan Perundang-undangan yang telah diundangkan dan telah mulai berlaku, gunakan frasa dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

d. Jika jumlah Peraturan Perundang-undangan yang dicabut lebih dari 1 (satu), cara penulisan dilakukan dengan rincian dalam bentuk tabulasi.

e. Pencabutan Peraturan Perundang-undangan disertai dengan keterangan mengenai status hukum dari peraturan pelaksanaan atau keputusan yang telah dikeluarkan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang dicabut.

f. Pada dasarnya Peraturan Perundang-undangan mulai berlaku pada saat Peraturan Perundang-undangan tersebut diundangkan.

Contoh dalam UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang:

Pasal 19

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

g. Saat mulai berlaku Peraturan Perundang-undangan, pelaksanaannya tidak boleh ditetapkan lebih awal daripada saat mulai berlaku Peraturan Perundang-undangan yang mendasarinya.

h. Peraturan Perundang-undangan hanya dapat dicabut dengan Peraturan Perundang-undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.

D. PENUTUP

1. Penutup merupakan bagian akhir Peraturan Perundang-undangan yang memuat:

a. rumusan perintah pengundangan dan penempatan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah Provinsi, Lembaran Daerah Kabupaten/Kota, Berita Daerah Provinsi atau Berita Daerah Kabupaten/Kota;

b. penandatanganan pengesahan atau penetapan Peraturan Perundang-undangan;

c. pengundangan atau Penetapan Peraturan Perundang-undangan; dan

d. akhir bagian penutup.

2. Rumusan perintah pengundangan dan penempatan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Contoh dalam UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang:

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

3. Penandatanganan pengesahan atau penetapan Peraturan Perundangundangan memuat:

a. tempat dan tanggal pengesahan atau penetapan;

b. nama jabatan;

c. tanda tangan pejabat; dan

d. nama lengkap pejabat yang menandatangani, tanpa gelar, pangkat, golongan, dan nomor induk pegawai.

6. Rumusan tempat dan tanggal pengesahan atau penetapan diletakkan di sebelah kanan.

7. Nama jabatan dan nama pejabat ditulis dengan huruf kapital. Pada akhir nama jabatan diberi tanda baca koma.

untuk pengesahan:





Disahkan di Jakarta

pada tanggal 20 Desember 2000

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

ABDURRAHMAN WAHID














unsur ini terpenuhi karena pada nama pejabat tidak dibubuhi dengan gelar/ pangkat.

8. Pengundangan Peraturan Perundang-undangan memuat:

a. tempat dan tanggal Pengundangan; nama jabatan yang berwenang mengundangkan;

b. tanda tangan; dan

c. nama lengkap pejabat yang menandatangani, tanpa gelar, pangkat, golongan, dan nomor induk pegawai.

9. Tempat tanggal pengundangan Peraturan Perundang-undangan diletakkan di sebelah kiri (di bawah penandatanganan pengesahan atau penetapan).

10. Nama jabatan dan nama pejabat ditulis dengan huruf kapital. Pada akhir nama jabatan diberi tanda baca koma.





Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 20 Desember 2000

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DJOHAN EFFENDI
contoh dalam UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang:











11. Penulisan frasa Lembaran Negara Republik Indonesia atau Lembaran Daerah ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.

Contoh dalam UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang:

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 242

Berdasarkan ketentuan di atas, dalam UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang telah memenuhi unsur-unsur penutup.

0 komentar: