a. Kepemilikan melalui Holding Company
Dalam struktur kepemilikan saham PT dimungkinkan terjadinya pemilikan saham oleh satu induk perusahaan ke dalam lebih dari satu perusahaan dan selanjutnya, sehingga membentuk suatu kepemilikan bertingkat yang pada akhirnya bermuara pada suatu “holding company” dengan anak perusahaan, cucu perusahaan dan seterusnya (Gunawan Widjaja, 2008: 41).
b. Kepemilikkan Piramid oleh Perseroan
Pengendalian suatu perseroan oleh pemegang saham minoritas dalam suatu perusahaan, sekaligus yang juga merupakan pemegang saham pengendalian pada pemegang saham mayoritas perseroan tersebut. Dengan kata lain, kepemilikan piramid adalah kepemilikan saham minoritas oleh induk perusahaan pada cucu perusahaan dimana saham minoritasnya dimiliki oleh anak perusahaan dari induk perusahaan tersebut(Gunawan Widjaja, 2008: 42-43) .
c. Kepemilikan sendiri oleh Perseroan
Suatu PT menjadi pemilik dan atau menguasai sahamnya sendiri secara langsung. Dikatakan langsung karena perseroan memiliki dan atau menguasai sahamnya sendiri tanpa melalui perseroan perantara. Kepemilikan sendiri secara langsung ini dapat terjadi karena:
1) Perseroan mengeluarkan sahamnya untuk diambil bagian dan dimiliki sendiri
2) Perseroan membeli saham dari pemegang saham yang hendak menjual sahamnya
3) Suatu peristiwa atau perubahan hukum, misalnya merger antara anak perusahaan dengan cucu perusahaan (Gunawan Widjaja, 2008: 43-44).
d. Kepemilikan oleh anak Perusahaan
Suatu PT menjadi pemilik dan atau menguasai saham induk perusahaannya. Dengan kata lain pengusaan secara tidak langsung, disebut tidak langsung karena perseroan memiliki dan atau menguasai sahamnya sendiri melalui perseroan perantara. Kepemilikan ini dapat mengurangi efektifitas kontrol dan pengawasan serta dikhawatirkan dapat menciptakan kesewenang-wenangan dalam PT, oleh karena perseroan tersebut tidak lagi dapat saling mengontrol dan dikontrol serta dilaksanakan fungsi pengawasan dengan baik. Kepemilikan sendiri secara tidak langsung ini dapat terjadi karena:
1. Perseroan mengeluarkan sahamnya untuk diambil bagian dan dimiliki oleh anak perusahaannya.
2. Anak perusahaan perseroan membeli saham perseroan dari pemegang saham perseroan yang hendak menjual sahamnya.
3. Perseroan, karena suatu peristiwa atau perbuatan hukum, misalnya merger antara anak perusahaan dengan cicit perusahaan (Gunawan Widjaja, 2008: 46-47)
e. Kepemilikan silang.
Penyebutan istilah kepemilikan silang (cross holding) ditemukan dalam penjelasan Pasal 36 ayat (1) UUPT. Yang dimaksud dengan kepemilikan silang menurut penjelasan Pasal 36 ayat (1) UU. N0. 40 Tahun 2007 tentang PT adalah:
Kepemilikan silang (cross holding) yang terjadi apabila perseroan memiliki saham yang dikeluarkan oleh Perseroan lain yang memiliki saham perseroan tersebut, baik sacara langsung maupun tidak langsung.
Pengertian kepemilikan silang secara langsung adalah apabila perseroan pertama memiliki saham pada persroan kedua tanpa melalui kepemilikan pada satu “perseroan antara” atau lebih dan sebaliknya perseroan kedua memiliki saham pada perseroan pertama.
Pengertian kepemilikan silang secara tidak langsung adalah kepemilikan perseroan pertama atas saham pada perseroan kedua melalui kepemilikan pada satu “perseroan antara” atau lebih dan sebaliknya perseroan kedua memiliki saham pada perseroan pertama (Gunawan Widjaja, 2008: 49-50).
f. Kepemilikan oleh Nominee
Nominee merujuk pada suatu usulan, atau nominasi kandidat atau calon untuk menduduki suatu jabatan tertentu, untuk memperoleh suatu penghargaan tertentu, atau untuk jenis-jenis pencalonan lainnya. Pengertian lain menyebutkan bahwa nominee sebagai seseorang yang mewakili kepentingan pihak lain. Dalam pengertian yang kedua, seorang nominee dibedakan dari seorang pemberi kuasa dalam keadaan; dimana nominee menjadi pemilik dari suatu benda (termasuk kepentingan atau hak yang lahir dari suatu perikatan) yang berada dalam pengurusannya, sedangkan penerima kuasa tidak pernah menjadi pemilik dari benda (termasuk kepentingan) yang diurus oleh nominee ini.
Bagi pemegang saham nominee yang ditunjuk, keberadaan atau eksistensi dari pemegang saham nominee mempunyai status hukum yang jelas dan kuat. Dengan didasarkan pada declaration of trust atau nominee services agreement, pemegang saham nominee dan pemegang saham sebanarnya saling melindungi diri dari hak dan kewajiban masing-masing. Dilihat dari tujuannya, keberadaan pemegang saham nominee ini hanya ditujukan untuk menghilangkan hubungan erafiliasi antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya yang sudah ada atau didirikan lebih dahulu. Selain hal tersebut, segala hak dan kewajiban yang terkait dengan pemilikan saham dalam perusahaan tersebut melalui pencatatan atas nama nominee tetap menjadi dan merupakan tanggung jawab dari masing-masing pihak (Gunawan Widjaja, 2008: 51-55).
g. Kepemilikan tunggal
Dalam Pasal 7 Ayat (5) UUPT menunjukan bahwa perseroan masih dimungkinkan bagi perseroan untuk hanya memiliki satu pemegang saham, tanpa kekurangan apapun, termasuk sifat pertanggungjawabannya yang terbatas. Tetapi hanya untuk masa atau kurun waktu 6 bulan saja. jika masa 6 bulan lewat dan pemegang saham tetap kurang dari 2 orang, maka satu-satunya pemegang saham bertanggungjawab secara pribadi atas segala perikatan dan kerugian perseroan dan atas permohona dari pihak yang berkepentingan, pengadilan negeri dapat membubarkan perseroan tersebut (Gunawan Widjaja, 2008: 61-63).
2 komentar:
bang Ranggi, mau tanya mengenai referensi buku gunawan widjaja yang dipakai di atas boleh? kebetulan saya sedang menulis skripsi mengenai nominee dlm PT. kalau tidak keberatan saya minta referensinya.
trm ksh banyak
Gunawan Widjaja. 2008. Hak Individu & Kolektif Para Pemegang Saham. Jakarta: Forum Sahabat
Posting Komentar