Pada suatu hari datang seorang kafir kepada Rasulullah. Ia berkata, ''Wahai Muhammad, jika kamu betul-betul utusan Allah lawanlah aku dalam pertandingan gulat. Jika kamu berhasil mengalahkanku, maka aku akan mempercayaimu dan memeluk agama Islam?''
Nabi pun meluluskan tantangan itu. Singkat kata, keduanya lalu bergulat. Si kafir dan Nabi Muhammad Saw sama-sama mengerahkan segala kekuatan fisiknya untuk memenangkan pertandingan gulat itu. Dengan pertolongan Allah, Nabi keluar sebagai juara, dan si kafir kemudian menepati janjinya memeluk Islam.
Dituturkan juga bahwa pada suatu pertempuran dahsyat antara kaum Muslimin dan kafir musyrik, Ali bin Abi Thalib terlibat adu fisik menggunakan sebilah pedang dengan salah seorang kafir. Denting suara pedang beradu, kelebatan tubuh Ali dan si kafir ikut mewarnai pertempuran dahsyat itu. Akhirnya pertempuran itu dimenangkan Ali, meski ia tak sampai membunuhnya.
Dua kisah di atas mengajarkan kita betapa kekuatan fisik adalah alat dakwah. Mustahil Nabi Muhammad mampu menaklukkan lawannya dalam pertandingan gulat, manakala Rasulullah tidak pernah menjaga kebugaran tubuh dan fisiknya, tentunya, di samping pertolongan dan kekuatan Allah SWT.
Dalam salah satu riwayat terkenal, Nabi pernah bersabda bahwa Allah lebih menyukai orang beriman yang kuat daripada yang lemah. Maka dalam hidupnya, olahraga fisik yang menjadi hobi beliau adalah memanah dan menunggang kuda. Begitu juga halnya dengan Ali. Di samping sebagai sahabat Nabi yang saleh, cerdas, dan tawadhu, Ali pun sangat terampil dalam memainkan pedang.
Memperhatikan kebugaran dan kekuatan fisik adalah tuntutan bagi kita. Dengan tubuh bugar, kuat, dan sehat, dakwah yang kita lakukan akan menjadi mudah. Jihad yang kita lakukan pun akan menuai kemenangan. Ibadah yang kita tunaikan akan menjadi lancar dan bertambah khusuk. Bayangkan jika badan kita lemah, loyo, dan sakit-sakitan, dapatkah kita menunaikan shalat dengan khusuk, berhaji tanpa hambatan, berjihad menuai kemenangan?
Tuntutan memperhatikan kebugaran fisik tidak lantas mendorong kita untuk mengikuti senam-senam aerobik, poco-poco, berenang, dan jenis olahraga lainnya yang pelaksanaannya seringkali mengabaikan prinsip-prinsip syariat.
Sebab, neraca aktiva kekuatan seorang mukmin bukanlah hanya terletak pada kemampuan fisik semata, tapi juga pada kekuatan 'dalam' dan kebersihan hati dari kotoran-kotoran duniawi yang bertentangan dengan syariat. Banyak cara yang lebih sehat untuk memperoleh fisik yang sehat sekaligus mata batin yang bersih, lagi kuat. Dan semoga, akan lahir orang-orang mukmin sekuat dan seteguh Nabi Muhammad, Ali, dan para sahabat lainnya. (Andar Nubowo)
sumber : Republika
0 komentar:
Posting Komentar