Penulis: Mufidah
Dalam Islam, kerja memililki nilai yang sangat besar. Rukun Islam zakat dan haji tak mungkin di tunaikan bila tak memiliki harta. Dan harta tak akan di punyai seseorang apabila ia tidak bekerja. Bekerja hukumnya menjadi wajib, kecuali karena alasan tertentu yang di benarkan syariat. Agar kerja seseorang memiliki kualitas amal yang terbaik, maka ia harus memiliki etos kerja yang benar.
Etos kerja adalah nilai atau semangat yang mendorong kerja seseorang, ia juga bias dikatakan sebagai jiwa atau ruhnya suatu amal. Ajaran Islam banyak berisi anjuran, perintah, dan dorongan kepada umatnya untuk meningkatkan etos kerja diantarannya ;
“Bekerjalah kamu, maka Allah dan RasulNya serta orang-orang beriman akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan di kembalikan kepada Allah yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata . . .” (QS. At- Taubah : 105)
“….Karena sesungguhnya orang yang paling baik kamu ambil untuk bekerja adalah orang yang kuat (kemampuan dan keahlian sesuai bidang pekerjaan) lagi dapat dipercaya (jujur dan tanggung jawab)” (Qs. Qashash : 26 )
“Apabila telah di tunaikan sholat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak–banyaknya supaya kamu beruntung” ( Qs. Al Jumuah :10 )
“Sebaik-baik usaha adalah pekerjaan seorang laki-laki yang di kerjakan dengan tangannya sendiri dan jual beli yang bersih”. (H.R Ahmad)
“Tidaklah seseorang mengkomsumsi makanan itu lebih baik, dari yang di hasilkan kerjannya sendiri, sebab Nabi Allah, Daud, memakan makanan dari hasi kerjanya sendiri“. (H.R. Bukhari)
“Barang siapa pada malam hari merasakan kelelahan dari upaya kedua ketrampilan tangannya di siang hari, maka diampuni dosanya.“ (H.R. Thabrani)
“Sebaik - baik harta adalah harta halal yang ada di tangan orang shalih (baik secara moral dan mampu mengelolah harta secara ekonomis)” (H.R Iman Ahmad dari Amru bin al ‘Ash)
“Pedagang yang lurus dan jujur kelak akan tinggal bersama para Nabi, shidiqin dan Syuhada”.(H.R Tirmidzi dan Al Hakim)
“Allah akan memerikan rahmat kepada seseorang yang bekerja dari yang baik membelanjakan harta dengan hemat, dan dapat menyisihkan kelebihan untuk menghadapi hari kefakirannya." (Muttafah ‘Alaih)
“Demi zat yang diriku ada pada kekuasaanNya, tidaklah seseorang hamba bekerja dari yang haram, kemudian membelanjakannya itu akan mendapat berkah. Jika dia bersedekah maka sedekahnya tidak akan diterima. Tidaklah dia menyisihkan hasil pekerjaa haramnya itu kecuali akan menjadi bekal baginya di neraka. Sesungguhnya Allah tidak menghapus kejelekan itu dengan kejelekan, tetapi menghapus kejelekan dengan kebaikan sebab kejelekan tidak bisa dihapus dengan kejelekan pula” (H.R. Ahmad dari Ibnu Mas’ud)
alhikmah.com [9.02.2004]
0 komentar:
Posting Komentar