Para ahli ekonomi keuangan menyerukan agar dalam masalah perpajakan hendaknya tetap memegang prinsip dan kaedah yang dapat menghalangi timbulnya penipuan dan kecurangan sehingga menepati prinsip keadilan, disamping itu dapat mencapai sasaran yang tepat dengan tidak memberatkan pihak wajib pajak disatu segi dan pihak pelaksana administrasi keuangan di sisi lain. Hal ini ternyata sudah diterapkan Islam dalam mekanisme zakat jauh sebelumnya.
Dikenal empat prinsip yang mesti diperhatikan dalam soal perpajakan, yaitu : keadilan, kepastian, kelayakan dan ekonomis.
Tentang Keadilan
Ini merupakan prinsip pertama yang wajib diperhatikan dalam setiap pajak yang dikenakan pada masyarakat. Prinsip yang sesuai dengan syariat Islam, dimana Islam menuntutnya dalam segala hal. Prinsip keadilan ini dijumpai pada :
1. Sama rata dalam kewajiban zakat
Setiap Muslim yang mempunyai satu nisab zakat adalah wajib zakat tanpa memandang bangsa, warna kulit, keturunan atau kedudukan dalam masyarakat, laki-laki, perempuan, pemerintah, yang diperintah, pemimpin agama, pemimpin negara, semua sama.
2. Membebaskan harta yang kurang dari nisab
3. Larangan berzakat dua kali
Banyak hadits yang menerangkan larangan ini. Dalam studi perpajakan dikenal dengan nama : "Larangan Pajak Double".
4. Besar zakat sebanding dengan besar tenaga yang dikeluarkan.
Semakin mudah memperoleh, semakin besar zakatnya, seperti halnya zakat pertanian ada yang 10% dan 5%. Prinsip ini masih belum begitu dihiraukan oleh para ahli keuangan.
5. Memperhatikan kondisi dalam pembayaran
Dengan juga memperhatikan besarnya pendapatan, beban keluarga, hutang-hutang yang dimiliki, dipungut dari pendapatan bersih, dll.
6. Keadilan dalam praktek
Islam memberikan perhatian istimewa dan hati-hati terhadap pelaksana pemungut zakat (amil), yaitu dengan persyaratan yang tinggi untuk menjadi amil, dan posisi yang mulia bagi mereka, seperti hadits sbb : "Orang yang bekerja memungut sedekah dengan benar adalah seperti orang yang berperang di jalan Allah" (Hadits shahih).
Tentang Kepastian
Pengetahuan para subjek pajak tentang kewajiban-kewajibannya hendaklah pasti, tak boleh ada keraguan sedikitpun, sebab ketidakpastian dalam sistem pajak apapun sangat membahayakan bagi tegaknya keadilan dalam distribusi beban pajak. Kepastian itu sangat erat hubungannya dengan kestabilan pajak. Dalam mekanisme zakat tidak diragukan lagi bahwa kaidah ini sangat jelas.
Tentang Kelayakan
Kesimpulan prinsip ini ialah menjaga perasaan wajib pajak dan berlaku sopan terhadap mereka, sehingga dengan sukarela mereka akan menyerahkan pajak itu tanpa ada rasa ragu dan terpaksa karena suatu perlakuan yang kurang baik.
Dalam zakat hal ini sudah mendapat perhatian seperti halnya :
Dikenal empat prinsip yang mesti diperhatikan dalam soal perpajakan, yaitu : keadilan, kepastian, kelayakan dan ekonomis.
Tentang Keadilan
Ini merupakan prinsip pertama yang wajib diperhatikan dalam setiap pajak yang dikenakan pada masyarakat. Prinsip yang sesuai dengan syariat Islam, dimana Islam menuntutnya dalam segala hal. Prinsip keadilan ini dijumpai pada :
1. Sama rata dalam kewajiban zakat
Setiap Muslim yang mempunyai satu nisab zakat adalah wajib zakat tanpa memandang bangsa, warna kulit, keturunan atau kedudukan dalam masyarakat, laki-laki, perempuan, pemerintah, yang diperintah, pemimpin agama, pemimpin negara, semua sama.
2. Membebaskan harta yang kurang dari nisab
3. Larangan berzakat dua kali
Banyak hadits yang menerangkan larangan ini. Dalam studi perpajakan dikenal dengan nama : "Larangan Pajak Double".
4. Besar zakat sebanding dengan besar tenaga yang dikeluarkan.
Semakin mudah memperoleh, semakin besar zakatnya, seperti halnya zakat pertanian ada yang 10% dan 5%. Prinsip ini masih belum begitu dihiraukan oleh para ahli keuangan.
5. Memperhatikan kondisi dalam pembayaran
Dengan juga memperhatikan besarnya pendapatan, beban keluarga, hutang-hutang yang dimiliki, dipungut dari pendapatan bersih, dll.
6. Keadilan dalam praktek
Islam memberikan perhatian istimewa dan hati-hati terhadap pelaksana pemungut zakat (amil), yaitu dengan persyaratan yang tinggi untuk menjadi amil, dan posisi yang mulia bagi mereka, seperti hadits sbb : "Orang yang bekerja memungut sedekah dengan benar adalah seperti orang yang berperang di jalan Allah" (Hadits shahih).
Tentang Kepastian
Pengetahuan para subjek pajak tentang kewajiban-kewajibannya hendaklah pasti, tak boleh ada keraguan sedikitpun, sebab ketidakpastian dalam sistem pajak apapun sangat membahayakan bagi tegaknya keadilan dalam distribusi beban pajak. Kepastian itu sangat erat hubungannya dengan kestabilan pajak. Dalam mekanisme zakat tidak diragukan lagi bahwa kaidah ini sangat jelas.
Tentang Kelayakan
Kesimpulan prinsip ini ialah menjaga perasaan wajib pajak dan berlaku sopan terhadap mereka, sehingga dengan sukarela mereka akan menyerahkan pajak itu tanpa ada rasa ragu dan terpaksa karena suatu perlakuan yang kurang baik.
Dalam zakat hal ini sudah mendapat perhatian seperti halnya :
- Perintah untuk memungut zakat dari harta yang kualitasnya pertengahan dan melarang memungut yang terbaik, misalnya ternak.
- Nabi menyuruh tukang taksir agar memperkecil taksiran terhadap tanaman dan buah-buahan.
- Bolehnya menangguhkan zakat karena ada satu sebab yang menghalangi, misalnya ketika terjadi wabah kelaparan.
- Dll.
Tentang Faktor Ekonomis
Yang dimaksudkan disini adalah ekonomis dalam biaya pemungutan pajak dan menjauhi berbagai pemborosan. Jangan sampai bagian besar dari pajak yang terkumpul hanya habis terserap oleh petugas pajak. Islam sangat melarang pemborosan kepada harta pribadi seseorang, apalagi terhadap harta kepunyaan umum terutama lagi terhadap harta zakat. Diceritakan, bagaimana para petugas zakat berangkat untk mengumpulkan zakat, yang lalu dibagikan kepada yang berhak, sehingga ketika mereka pulang pun mereka tidak membawa apa-apa lagi. Jatah untuk para amilpun di batasi (maksimal 1/8 bagian)
Sari Penting Kitab Fiqih Zakat, Dr. Yusuf Al-Qaradhawy
Yang dimaksudkan disini adalah ekonomis dalam biaya pemungutan pajak dan menjauhi berbagai pemborosan. Jangan sampai bagian besar dari pajak yang terkumpul hanya habis terserap oleh petugas pajak. Islam sangat melarang pemborosan kepada harta pribadi seseorang, apalagi terhadap harta kepunyaan umum terutama lagi terhadap harta zakat. Diceritakan, bagaimana para petugas zakat berangkat untk mengumpulkan zakat, yang lalu dibagikan kepada yang berhak, sehingga ketika mereka pulang pun mereka tidak membawa apa-apa lagi. Jatah untuk para amilpun di batasi (maksimal 1/8 bagian)
Sari Penting Kitab Fiqih Zakat, Dr. Yusuf Al-Qaradhawy
0 komentar:
Posting Komentar