“…sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa -bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal..” Qs. Al Hujuraat:13
“..Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatudengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.” (Pasal 5 UUPA)
Sebagai negara yang besar yang terdiri dari ribuan pulau, sudah barang tentu Indonesia memiliki berbagai suku dan bangsa yang menghuni tiap pulau-pulaunya. Tiap-tiap suku bangsa tersebut juga memiliki aturan-aturan sendiri yang khas untuk mengatur masyarakat adatnya, yang diantaranya diklasifikasikan oleh Van Vollenhoven menjadi 19 lingkungan hukum adat.
Hukum adat atau hukum tidak tertulis didasarkan pada proses interaksi dalam masyarakat, berfungsi sebagai pola untuk mengorganisasikan serta memperlancar proses interaksi tersebut. Sebagai sistem yang mengatur interaksi, hukum adat tetap berfungsi secara efektif dalam mengatur kehidupan masyarakat walaupun hukum tertulis dalam perkembangannya telah mengatur bagian terbesar dalam aspek kehidupan masyarakat. Hukum adat mempunyai fungsi manfaat dalam pembangunan hukum karena:
1. Hukum adat merumuskan keteraturan perilaku mengenai peranan
2. Perilaku perilaku dengan segala akibat akibatnya dirumuskan secara menyeluruh
3. Pola penyelesaian sengketa yang kadang bersifat simbolis.
Hukum tertulis yang tidak didasarkan pada hukum adat yang telah mengalami saringan, tidak akan mempunyai basis sosial yang kuat. Artinya, hukum tertulis tersebut goyah dan nantinya menjadi hukum yang mati, oleh karena tidak efektif. Tidak efektifnya hukum tertulis akan mengakibatkan merosotnya wibawa hukum, termasuk wibawa para penegaknya. (Soerjono Soekanto: 1981)
Mengenai kontribusi hukum adat dalam hukum nasional, maka perlu kita cermati hasil dari Seminar Hukum Adat Nasional di Yogyakarta yang diselenggarakan pada tahun 1975.
Dalam seminar Hukum Adat dan Pembinaan Hukum Nasional di Yogyakarta tahun 1975, ditegaskan tentang sifat Hukum Adat sebagai Hukum Nasional atau hukum yang bersumber pada kepribadian bangsa. Seminar tersebut menghasilkan kesimpulan-kesimpulan antara lain sebagai berikut:
a. Pengertian Hukum Adat
Hukum adat diartikan Hukum Indonesia asli, yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-undangan Republik Indonesia yang disana-sini mengandung unsur agama.
b. Kedudukan dan Peranan Hukum Adat
1. Hukum adat merupakan salah satu sumber yang penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi Pembangunan Hukum Nasional, yang menuju Kepada Unifikasi pembuatan peraturan perundangan dengan tidak mengabaikan timbul/tumbuhnya dan berkembangnya hukum kebiasaan dan pengadilan dalam pembinaan hukum.
2. Pengambilan bahan-bahan dari hukum adatadalam penyusunan Hukum Nasional pada dasarnya berarti:
- Penggunaan konsepsi-konsepsi dan azas-azas hukum dari hukum adat untuk dirumuskan dalam norma-norma hukum yang memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini dan mendatang dalam rangka membangun masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar.
- Penggunaan lembaga-lembaga hukum adat yang dimodernisir dan disesuaikan dengan kebutuhan zaman tanpa menghilangkan ciri dan sifat-sifat kepribadian Indonesianya.
- Memasukkan konsep-konsep dan azas-azas hukum adat ke dalam lembaga-lembaga hukum dari hukum asing yang dipergunakan untuk memperkaya dan memperkembangkan Hukum Nasional, agar tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
3. Di dalam pembinaan hukum harta kekayaan nasional, hukum adat merupakan salah satu unsur sedangkan di dalam pembinaan hukum kekeluargaan dan hukum kewarisan nasional merupakan intinya.
4. Dengan terbentuknya hukum nasional yang mengandung unsur-unsur hukum adat, maka kedudukan dan peranan hukum adat itu telah terserap di dalam hukum nasional.
c. Hukum Adat dalam Perundang-Undangan
1. Hukum Adat, melalui perundang-undangan, putusan hakim, dan ilmu hukum hendaknya dibina ke arah Hukum Nasional secara hati-hati.
2. Hukum Perdata Nasional hendaknya merupakan hukum kesatuan bagi seluruh rakyat Indonesia dan diatur dalam Undang-Undang yang bersifat luwes yang bersumber pada azas-azas dan Jiwa hukum adat.
3. Kodifikasi dan Unifikasi hukum dengan menggunakan bahan-bahan dari hukum adat, hendaknya dibatasi pada bidang-bidang dan hal-hal yang sudah mungkin dilaksanakan pada tingkat nasional. Bidang-bidang hukum yang diatur oleh hukum adat atau hukum kebiasaan lain yang masih bercorak lokal ataupun regional, sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta tidak menghambat pembangunan masih diakui berlakunya untuk kemudian dibina ke arah unifikasi hukum demi persatuan bangsa.
4. Menyarankan untuk segera mengadakan kegiatan-kegiatan unifikasi hukum harta kekayaan adat yang tidak erat hubungannya dengan kehidupan spirituil dan hukum harta kekayaan barat, dalam perundang-undangan sehingga terbentuknya hukum harta kekayaan nasional.
5. Menyarankan agar dalam mengikhtiarkan pengarahan hukum kekeluargaan dan hukum kewarisan kepada unifikasi hukum nasional dilakukan melalui lembaga peradilan.
6. Hendaklah dibuat Undang-undang yang mengandung azas-azas pokok hukum perundang-undangan yang dapat mengatur politik hukum, termasuk kedudukan hukum adat.
d. Hukum Adat dalam Putusan Hakim
1. Hendaklah hukum adat kekeluargaan dan kewarisan lebih diperkembangkan ke arah hukum yang bersifat bilateral/parental yang memberikan kedudukan yang sederajat antara pria dan wanita.
2. Dalam rangka pembinaan Hukum Perdata Nasional hendaknya diadakan publikasi jurisprudensi yang teratur dan tersebar luas.
3. Dalam hal terdapat pertentangan antara undang-undang dengan hukum adat hendaknya hakim memutus berdasarkan undang-undang dengan bijaksana.
4. Demi terbinanya Hukum Perdata Nasional yang sesuai dengan politik hukum negara kita, diperlukan hakim-hakim yang berorientasi pada pembinaan hukum.
5. Perdamaian dan kedamaian adalah tujuan tiap masyarakat karena itu tiap sengketa Hukum hendaklah diusahakan didamaikan.
e. Pengajaran dan Penelitian
1. Pendidikan hukum bertujuan untuk menghasilkan sarjana hukum yang memiliki pengetahuan tentang hukum dan lingkungan sosial ketrampilan teoritis dan praktis dan berkepribadian. Dalam pengajaran hukum maka sepatutnya diajarkan pula metode dan teknik penelitian hukum sebagai mata kuliah tersendiri supaya dapat menunjang penelitian hukum lainnya.
2. Penelitian-penelitian hukum adat seyogyanya memprioritaskan identifikasi dan inventarisasi hukum adat masyarakat-masyarakat setempat untuk kepentingan pembinaan hukum nasional maupun untuk kepentingan pelaksanaan penegakan hukum dan pendidikan umum. Pelaksanaan hal-hal yang dinyatakan tadi dilakukan menurut tahap-tahap sebagai berikut:
- Identifikasi dan inventarisasi daerah-daerah yang hukum adatnya pernah diteliti dan belum pernah diteliti.
- Melakukan penelitian terhadap daerah-daerah yang belum pernah diteliti hukum adatnya dan mengadakan penelitian kembali terhadap daerah yang pernah diteliti hukum adatnya.
- Penulisan-penulisan monografis terhadap hasil-hasil penelitian sub b di atas agar dapat dijadikan pegangan bagi pembentuk hukum, pelaksana hukum dan pendidikan hukum.
Dalam kesimpulan seminar Hukum Adat dan Pembinaan Hukum Nasional di Yogyakarta tahun 1975 di atas telah dijelaskan secara rinci dimanakah sebenarnya kedudukan hukum adat dalam tata hukum nasional di Indonesia. Keberadaan hukum adat dalam tata hukum nasional di Indonesia akan tetap eksis. Dalam hal ini Prof. Soepomo memberikan pandangannya sebagai berikut:
a. Bahwa dalam lapangan hidup kekeluargaan, hukum adat masih akan menguasai masyarakat Indonesia.Sebagai contoh kontribusi langsung pengaruh hukum adat dalam hukum tertulis yaitu tertuang dalam Undang-Undang Pokok Agraria di Indonesia. Dalam undang-undang tersebut, terdapat asas pengakuan terhadap hak ulayat yang tertuang dalam pasal 3 UUPA. Hak ulayat adalah hak dari masyarakat hukum adat atas lingkungan tanah wilayahnya, yang memberi wewenang tertentu kepada penguasa adat untuk mengatur dan memimpin penggunaan tanah.
b. Bahwa hukum pidana dari suatu negara wajib sesuai dengan corak dan sifat-sifat bangsanya atau masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, maka hukum adat pidana akan member bahan-bahan yang sangat berharga dalam pembentukan KUHPidana baru untuk negara kita.
c. Bahwa hukum adat sebagai hukum kebiasaan yang tidak tertulis akan tetap menjadi sumber hukum baru dalam hal-hal yang belum / tidak ditetapkan oleh undang-undang.
Secara umum, ada beberapa asas asas hukum adat yang diejawantahkan dalam hukum tanah nasional yang tertuang dalam UUPA, yaitu
1. Asas Religiusitas
“Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional” Pasal 1 ayat 2
2. Asas Kebangsaan. Tertuang dalam Pasal 1, 2, 9 ayat 1 UUPA
3. Asas Demokrasi. Tertuang dalam pasal 9 ayat 2 UUPA
4. Asas Kemasyarakatan, Pemerataan dan keadilan social. Tersirat dalam Pasal 6, 7, 10, 11, 13 UUPA
5. Asas Penggunaan dan Pemeliharaan Tanah secara berencana. Tertuang dalam pasal 14 dan 15 UUPA.
Berdasarkan pasal 1, 2, 4, 5, 9, dan 16 UUPA dapat disimpulkan bahwa hukum tanah nasional menggunakan sistem hukum tanah adat mengenai sistematika hubungan manusia dengan tanah.
0 komentar:
Posting Komentar